oleh

Kelamaan Belajar di Rumah, Belasan Siswa SMP di NTB Pilih Menikah Dini

Tren menikah di masa pandemi Covid-19 memang terjadi. Di awal pandemi, mungkin banyak dari masyarakat yang takut untuk menghelat pernikahan, tetapi kini semakin banyak pernikahan yang terjadi, tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan.

Tapi, kondisi memprihatinkan terjadi di Lombok Timur. Di wilayah itu, tengah terjadi tren pernikahan usia anak di tengah pandemi. Alasannya sangat konyol, efek bosan di rumah saja.

Hal tersebut menjadi perhatian banyak pihak sekarang. Pandemi yang seharusnya dijadikan momen untuk mawas diri dalam menjaga kesehatan tubuh, tapi dengan adanya ini menjadi fenomena tersendiri yang bisa dikatakan unik sekaligus menyedihkan.

Diterangkan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Lombok Timur Nurhidayati, kebanyakan dari pelaku kawin usia anak di wilayahnya adalah siswa SMP.

“Mereka kebanyakan masih sekolah dan didominasi murid SMP yang usianya sekitar 14 hingga 15 tahun,” terang Nurhidayati saat diwawancarai wartawan, Selasa (25/8/2020).

Dalih mereka melakukan itu adalah jenuh di rumah saja dan lamanya jeda kegiatan di sekolah. Karena dua alasan tersebut, mereka mau melakukan perkawinan di usia anak. Tentu, hal ini terjadi karena pandemi Covid-19.

Secara umum, di Lombok Timur tercatat ada 15 kasus perkawinan usia anak dan 8 kasus di antaranya terjadi saat pandemi Covid-19. Fenomena ini tentu menjadi keprihatinan kita semua.

Meski begitu, pihak sekolah ternyata sudah melakukan tindakan sosialisasi terkait bahaya perkawinan usia anak hingga mediasi terhadap anak-anak yang memutuskan menikah muda.

Kepala Sekolah SMPN 5 Selong Sri Pancarina menjelaskan bahwa pihaknya turun tangan saat tahu ada kasus perkawinan anak yang terjadi pada siswanya.

“Kami lakukan mediasi ke pihak yang bersangkutan. Kami sudah melakukan tindakan sejauh itu,” paparnya.

Sri menambahkan, analisa pihaknya menjelaskan bahwa peningkatan pernikahan dini terjadi karena pandemi Covid-19 itu sendiri. “Jadi, karena mereka belajar di rumah, anak-anak lantas jadi semaunya.

Anak-anak jadi tidak terkontrol pada saat di rumah. “Situasi ini juga mendorong anak-anak tak belajar lewat ponsel mereka, tapi malah chatting,” tutur Sri.

Dia pun berharap agar orangtua turut serta dalam mengawasi anak-anak saat di rumah.

“Karena dalam menangani kasus ini, dibutuhkan peran orangtua untuk menghentikan pernikahan dini,” pungkasnya.(SP)