oleh

Kejaksaan Sumbawa Barat Disebut Berpotensi Hambat Penegakkan Hukum Polri

SUMBAWA BARAT – Pengamat kebijakan publik Sumbawa Barat, Andy Saputra menilai ada potensi benturan besar antar penegak hukum di daerah tersebut.

Pengamat yang juga aktivis Pers itu mengkalkulasi benturan tersebut diakibatkan ada upaya menghambat penegakkan hukum antara institusi satu dengan yang lainnya.

“Saya menilai, ada potensi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) menghambat penegakkan hukum yang dilakukan Polri. Utamanya pada kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kenapa kepala, karena yuridiksi dan intervensi,” katanya berpendapat, menyikapi situasi buruknya penegakkan hukum di Sumbawa Barat, Rabu (13/7).

Andy menegaskan, sejatinya penyidik baik Kejaksaan dan Kepolisian memiliki SOP yang jelas. Mereka profesional berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Masalahnya, meski penyidik Kejaksaan dan Kepolisian sama sama memiliki Sprindik, kewenangan penuntutan ada ditangan Kejaksaan.

Nah, menurut pengamatannya, ada upaya menghambat proses penyidikan atau penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polri. Penghambatan itu justru bukan dari luar, tapi dari Kejaksaan setempat. Sebab, ada beberapa kasus Tipikor yang pemberkasannya masuk ke rana Kejaksaan justru ditolak dan dipersulit diluar SOP. Misalnya, berkas ditolak atau tidak diproses karena alasan tidak jelas atau tanpa petunjuk.

Pengamat kebijakan publik Sumbawa Barat, Andy Saputra

“Misalnya, karena intervensi atau unproses pemberkasan. Padahal sesuai SOP sudah memenuhi kelengkapan atau P21,” terangnya.

Ia juga menilai, Kajari Sumbawa Barat rentan diintervensi oleh kekuatan politik tertentu. Ini bisa dilihat dari tebang pilihnya penanganan kasus. Ada kasus korupsi desa ditangani dan diproses lengkap Kejaksaan, ada yang tidak. Sementara laporan dan praktik dugaan penyimpangan dalam proyek dan dugaan korupsi pejabat Pemda tidak ditanggapi sama sekali APH terutama Kejaksaan.

Ditambah lagi, oknum Kajari menunjukkan kedekatan secara private dengan oknum pejabat penguasa KSB. Misalnya live di Facebook, hanya urusan makan, nyanyi dan pesta. Bukan justru urusan publik sesuai amanah jabatan yang diemban.

” Saya fikir ini persoalan etika dan kecurigaan publik,” tandasnya.

Karena itu, ia meminta kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) bahkan Jaksa Muda Bidang Pengawas (Jamwas) Kejagung untuk memeriksa oknum Kajari Sumbawa Barat. Jika prilaku Kejari memicu spekulasi dan indeks persepsi negatif tehadap kejaksaan, sebaiknya oknum Kajari segera ditarik atau dicopot.

Dilansir dari InsideNTB.COM, Menanggapi hal tersebut, Kejari Sumbawa Barat melalui Kasi Intel M. Herris Priyadi, SH mengaku selama ini berkas dari penyidik Kepolisian Sumbawa Barat yang dilimpahkan ke pihaknya berjalan sesuai SOP. Namun, dirinya tak menampik jika ada beberapa kendala mulai dari petunjuk yang belum terpenuhi, sehingga banyak kasus termasuk kasus korupsi dana desa belum memenuhi kelengkapan atau P21.

“Kalau petunjuk dari JPU sudah terpenuhi, Insyallah kasusnya masuk peradilan,” ujarnya.

Terkait kritikan, kata dia pihaknya tetap pada prinsip menjalankan tugas sesuai perturan dengan SOP, tentu setiap kasus akan dijalankan secara profesional karena setiap dalam penanganan perkara pihaknya saling kontrol, antara penyidik, kejaksaan dan muara akhirnya hakim yang memutuskan. Jadi, untuk naik ke tahapan P21 tentunya harus hati-hati.

“Tidak ada penanganan kasus yang tebang pilih. Kritikan dan masukan dari masyarakat sangat kami butuhkan. Yang jelas kami bekerja sesuai peraturan dan SOP yang ada,” pungkasnya.