MATARAM – Para pengusaha yang tergabung dalam organisasi angkutan darat (Organda) Provinsi NTB meminta Pemprov setempat melakukan penyesuaian tarif penyeberangan untuk rute Pelabuhan Kayangan-Poto Tano.
Pasalnya, penyeberangan menggunakan tarif lama dengan acuan standar tarif Alas-Kayangan dengan hitungan 17 mil atau sebesar Rp 465.000, dinilai tidak tepat. Sebab, jarak tempuh Pelabuhan Kayangan di Kabupaten Lombok Timur dan Pelabuhan Poto Tano di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) hanya kurang lebih berjarak 11 mil atau setara sebesar Rp.305.000
“Sehingga, jika dikalkulasikan biaya tarif yang ada itu sangat tinggi, maka perlu dilakukan penyesuaian. Ini karena tidak relevan dalam kondisi saat ini,” kata Ketua DPD Organda NTB, Junaidi Kasum pada wartawan Jumat (11/6).
Menurut dia, jika merujuk perbandingan dengan tarif yang sudah disesuaikan di pelabuhan penyeberangan rute Ketapang dan Gilimanuk sebesar Rp 165.000, maka tarif penyebrangan Poto Tano dan Kayangan dianggap paling mahal alias terlalu tinggi.
“Kita berharap agar tarif rute penyebrangan Kayangan-Poto Tano segera dilakukan penyesuaian sesuai jarak tempuh. Ini penting agar dimasa pandemi dengan sepinya penumpang dapat di mengerti kesulitan yang dihadapi para pengusaha kendaraan,” kata Junaidi.
Saat bertemu dengan Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah bersama Forum Lalu Lintas Angkutan Jalan (FLLAJ) Provinsi NTB beberapa hari lalu, Junaidi sudah menyampaikan langsung terkait kondisi yang dialami pengusaha dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sepi akan penumpang.
Bahkan, keberadaan taksi dan travel liar yang tidak berizin yang kini marak di jalanan wilayah NTB, harus segera di tindak tegas dan di tertibkan.
“Para pengusaha angkutan darat sudah jatuh ketimpa tangga di NTB. Maka, kita butuh intervensi pemerintah daerah dalam penertiban taksi dan travel liat. Termasuk, Terminal Mandalika yang juga penuh dengan pereman dan taksi gelap, harus juga dilakukan penertiban,” tandas Junaidi Kasum. (DS/RUL).