oleh

Lagi, KUPP Benete di Terpa Skandal Dwelling Time

SUMBAWA BARAT – Sebuah sumber di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat menyebut, dugaan suap perizinan daftar tunggu bongkar kapal (Dwelling Time) di sejumlah pelabuhan di NTB, menjadi potensi korupsi baru yang tengah diselidiki otoritas setempat.

Sebelumnya, dugaan korupsi dan gratifikasi kasus penggelapan aset pelabuhan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Benete disebut sebut ditangani Kepolisian di NTB. Dugaan penggelapan tersebut diduga merugikan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai miliaran rupiah.

“Setahu kami di Kejaksaan KSB, belum pernah menangani dugaan korupsi atau gratifikasi Dwelling Time ini. Tapi, bukan berarti tidak bisa ditangani, ” kata juru bicara Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Barat, Rasyid, kepada wartawan, Sabtu, (17/2) pagi tadi.

Laporan informasi mengenai dugaan permainan atau jual beli izin Dwelling Time terhadap otoritas KUPP Benete makin santer terkuak. Pasalnya, otoritas izin sandar atau bongkar setiap perusahaan disampaikan secara online dalam sebuah sistem yang dimonitor langsung dibawah Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan RI.

Izin atau daftar tunggu kapal tiba dan bongkar sudah tercatat dan memperoleh izin antrean dari KUPP sendiri. Namun, ada sejumlah fakta terungkap bahwa meskipun otoritas telah memberikan izin jadwal masuk secara resmi, namun otoritas KUPP mengintervensi dengan memberikan hak penuh diluar izin kepada satu perusahaan saja. Sementara jadwal yang harusnya hak perusahaan bongkar lain, malah ditunda dan tidak diperbolehkan bongkar.

“Contohnya, di pelabuhan Benete itu ada tiga dermaga. Nah dermaga satu diberikan khusus oleh KUPP untuk satu perusahaan saja. Sebut saja PT.CSS milik pengusaha Taipan Budi Alung. Padahal mekanisme bongkar izin ya tetap sama dan terdaftar secara resmi. Tapi praktiknya, hanya satu perusahaan yang boleh bongkar dan menguasai satu dermaga. Sehingga perusahaan bongkar lain dirugikan dengan rentang waktu serta biaya yang besar karena tak bisa bongkar,” kata, DA, salah seorang operator perusahaan bongkar muat lokal, di Benete.

DA adalah pelaku usaha lokal bongkar di pelabuhan Benete. Kepada wartawan dia menyebutkan keterlibatan otoritas Syahbandaran atau kepala KUPP yang memberikan fasilitas luar biasa penggunaan dermaga umum itu, khusus untuk satu perusahaan saja.

“Bahkan ada praktik, Ship to Ship, yakni bongkar ditengah perairan untuk CSS. Tujuannya, agar tidak ada antrean dan bongkar bisa dilakukan dalam satu waktu melalui dermaga satu tadi. Ini kan praktik diluar prosedur. Bahkan selama Ship to Ship dermaga satu dibiarkan kosong menunggu PT.CSS masuk dan bongkar lagi, inikan menguntungkan satu perusahaan saja. Padahal semua perusahaan mengangkut material untuk kebutuhan smelter juga,” tudingnya.

Hingga berita ini diturunkan, otoritas Syahbandar, kepala KUPP Benete, Ilyas enggan dikonfirmasi wartawan. Skandal Dwelling Time ini menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan suap dan pencucian uang otoritas Syahbandar setempat. Selain potensi korupsi dan suap, aktifitas Ship To Ship bisa membuat pajak dan pemasukan negara dari bongkar muat pelabuhan menjadi hilang.