JAKARTA – Dalam jawaban tertulis PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di RDPU dengan DPR RI 10 November lalu, terlihat bahwa ada banyak hal-hal penting dan mendasar yang coba diingkari dan ditutupi oleh PT. AMNT.
“Dengan demikian maka saya merasa perlu untuk mendorong RDPU ke 2 sesuai kesimpulan RDPU pertama. RDPU kedua menurut saya fokus untuk mendesak DPR RI melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau semacam audit investigasi menyeluruh terkait seluruh permasalahan di Amman Mineral,” ungkap Anggota Komisi VII DPR RI FPDI Perjuangan, Adian Napitupulu kepada awak media ini melalui rilis, Rabu, (30/11/2022).
Lanjut Adian, beberapa permasalahan yang coba ditutupi oleh Amman Mineral antara lain,1. Realisasikan seluruh kewajiban CSR tanpa penundaan. Berhitung dari jawaban Amman Mineral pada Komisi VII terkait jumlah CSR dari tahun 2017 hingga tahun 2022, maka ada kekurangan realisasi pembayaran sebesar hampir 15 juta dollar US atau hampir mendekati Rp214 Miliar.
“Dalam kesimpulan RDPU tanggal 10 November 2022, maka disepakati dengan DPR agar kekurangan realisasi tersebut direalisasikan dengan kewajiban CSR tahun 2023 sebesar 5,6 juta USD ditambah 14.9 juta USD atau sekitar 20,5 juta USD, yang diperkirakan jika dikonversi ke rupiah nilainya adalah 307 Miliar,” beber Politisi PDIP tersebut.
Adian membeberkan, dalam jawaban Amman Mineral pada Komisi VII DPR RI, hal realisasi CSR tertunggak tersebut tetap tidak dimasukkan dalam kewajiban CSR 2023. Termasuk tidak menjawab secara detail, kemana saja CSR yang sudah disalurkan secara transparan. Dengan demikian maka Amman Mineral mengingkari hasil RDPU dengan komisi VII.
“Ketidakpatuhan Amman Mineral dalam hal PPM/CSR tersebut bisa mendapatkan sanksi administratif dari negara sebagaimana ditegaskan dalam PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 179 dan Pasal 180. Konsekuensinya, pada Pasal 185 sanksinya berupa penghentian operasi produksi dan bahkan pencabutan IUPK,” tegas Adian.
Selanjutnya Adian akan meminta DPR RI agar membentuk TIM untuk menginvestigasi korban jiwa di Amman Mineral. PT Amman Mineral menurut data yang didapatkan dari masyarakat, ternyata tidak jujur menyampaikan jumlah kecelakaan kerja dalam seluruh rangkaian proses produksi.
“Dari informasi yang kami terima, ternyata kecelakaan kerja terjadi berkali kali antara lain, 1. 24 Februari 2022 meninggal 1 orang bernama Rachmat Handi dan dua lainnya yaitu Muliadi dan Soeparto mengalami cacat fisik, 2. Minggu tanggal 24 bulan 3 tahun 2019 terjadi kecelakaan kerja di wilayah proyek Batu Hijau dengan korban bernama Agustiman berusia 49 tahun meninggal dunia dan 3 orang lainnya dirawat karena luka luka, 3. Jumat, 23 April 2021, seorang karyawan sopir PT MacMahon (mitra Amman Mineral) bernama Abdul Hakim meninggal dunia akibat kecelakaan Haul Truck, 4. Minggu (24/3) terjadi kecelakaan kerja di Area MWM Laydon dan seorang karyawan bernama Agustiman (49 tahun) meninggal dunia, 5. 28 Desember 2019 seorang karyawan PT MacMahon bernama Herman berusia 34 tahun meninggal dunia karena terperangkap dalam runtuhan di dinding barat area Batu Hijau,” uraiannya.
Berapa kali sesungguhnya terjadi kecelakaan kerja dan berapa korban jiwa maupun cacat fisik tidak pernah disampaikan terbuka pada Pemerintah termasuk DPR RI pada saat RDPU. Informasi yang beredar banyak korban yang sengaja ditutup-tutupi karena nyawa manusia bagi Adian bukan sekedar angka.
Karena ketidakjujuran Amman Mineral dalam memberikan laporan tersebut menjadikan DPR RI perlu melakukan investigasi khusus dengan melibatkan instansi penegakan hukum dan kementerian terkait, untuk mencari tahu apakah masih ada korban jiwa lain yang tidak dilaporkan atau disembunyikan.
Selain itu, Adian akan mendesak DPR RI untuk membentuk Tim Investigasi Lingkungan Hidup. Dalam jawaban Amman mineral di tuliskan belasan hasil kajian dan penelitian terkait lingkungan hidup. Lucunya dalam jawaban tersebut, Amman mineral tidak mencantumkan satu pun lembaga yang melakukan riset dan penelitian tersebut, kapan penelitian dan riset dilakukan, dan tidak adanya hasil riset dan penelitian yang dilampirkan.
Sementara, logika masyarakat tetap mempertahankan kemana 140.000 ton limbah per hari itu yang dibuang selama lebih dari 30 tahun? Apakah ada limbah yang kemudian dibuat menjadi batako, atau pengerasan jalan sebagaimana pengelolaan limbah di Smelter nikel maupun Faba di PLTU.
Terakhir, DPR RI akan diminta membentuk Tim Investigasi hilangnya 3 Serikat Pekerja. PT. Amman mineral menjelaskan pada Komisi VII bahwa di Amman Mineral sudah dibentuk LKS Bipartit, namun Amman Mineral tidak menjelaskan kenapa dari tahun 2018 hingga 2019 hanya dalam beberapa bulan 3 serikat pekerja yaitu, SPN, SPSI dan SPAT, tiba-tiba menghilang dari Amman mineral.
“Serikat pekerja merupakan kekuatan pekerja untuk bisa duduk sejajar dengan perusahaan dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingan pekerja. Posisi ini, tidak bisa digantikan oleh LKS yang hanya lebih merupakan ruang perundingan bukan melakukan pengorganisasian pekerja sebagai upaya membangun kekuatan pekerja untuk sejajar dengan perusahaan di meja perundingan. Hilangnya 3 serikat pekerja tersebut dalam rentang beberapa bulan, menurut saya cukup penting untuk di investigasi secara mendalam. Karena tentunya janggal jika tidak sampai 12 bulan, 3 serikat pekerja menghilang tanpa bekas,” tandas, Adian Napitupulu.