oleh

Antara Joki Cilik dan Tiktok

Penggiat Sosial Media, Andy Saputra menyikapi soal rencana akan dilaporkan Gubernur NTB, Dr Zulkieflimansyah ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) oleh LBH Anak NTB terkait pelibatan anak dalam pembuatan video promosi gelaran kejuaraan dunia motocross MXGP Samota. Sumbawa Indonesia 24 hingga 26 Juni mendatang.

Ada yang mengatakan Joki cilik bagian dari ekploitasi terhadap anak. Membatasi ruang gerak, hak anak dengan paksaan diluar dunianya. Ada tujuan bisnis dan promosi dibalik itu.

Penggiat Sosial Media, Andy Saputra.

Tidak salah, itu bagian dari respons civil society terhadap kontrol negara atau sistem pemerintahan dalam demokrasi. Hanya saja, akulturasi budaya sekrang dan dulu itu mesti dipahami berbeda. ” Menurut hemat saya, praktik joki cilik ini bagian dari aspek sosial budaya dalam sejarah lampau. Atau dalam umumnya antropologi budaya. Ada variasi kebudayaan yang dilihat,”ujar Andy Saputra dikutip dari laman Facebooknya.

Aturan sosial atau ciri hidup dan komunikasi sosial budaya masa lampau jauh hadir ketimbang Undang undang tentang HAM, yakni TAPS MPR tahun 1998 dan UU No 39 tahun 1999. Bahkan sebelum konsesus NKRI ada.

Pertanyaannya, mengapa Joki Cilik ini jadi heboh dan menyedot perhatian LBH anak NTB?. Menuding Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah seolah mendegradasi UU perlindungan anak. “Yah persepsi bisa macam- macam. Bisa politik, bisa mencari eksistensi saja atau sensasi,”ucapnya.

Sekarang bandingkan Joki Cilik yang lahir dari akar budaya dan komunikasi sosial zaman lampau dengan aplikasi TIKTOK. Mana yang lebih mengeksploitasi anak?. Brain storming nya harus dilihat dari banyak sisi.

Bagaimana TIKTOK merusak kepribadian, etitude dan sisi mefinisme anak perempuan. “Dari budaya berpekaian dan adab saja mudah sekali dirusak. Karena ada promosi dan eksploitasi keuntungan yang digarap secara besar oleh perusahaan TIKTOK tapi membunuh dan merusak budaya anak yang lahir di bumi Nusantara ini,” tuturnya.

Anak Indonesia kehilangan entittas budaya yang plural dan mayoritas Islam. Menurut saya, TIKTOK lebih melanggar HAM dari pada Joki Cilik.

Budaya ‘Barapan Jaran’ atau pacuan kuda itu warisan kebudayaan kita Tau Samawa. Lahir ber abad abad lalu. “Jadi, KOMNAS ANAK atau LBH anak NTB, belajar melihat gambar besar dan sangat substansial dari sebuah gerakan moral. Agar kita tak hanya jadi perhiasan atau pelengkap doktrin yang di endors dari NGO Barat,” demikian Andy Saputra.