oleh

Format Desak Pemerintah Sumbawa Barat Cabut Izin Operasi PT KJP

SUMBAWA BARAT – Ketua Forum Masyarakat Untuk Transparansi (Format), Joni Saputra, SH mendesak Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat untuk mencabut izin operasi PT Kencana Jaya Pratiwi (KJP) yang diduga melakukan pembayaran upah dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK).

Desakan itu bermula dari hasil Investigasi Forum Masyarakat Untuk Transparansi (Format) beberapa waktu yang lalu yang menemukan fakta bahwa PT KJP dalam hal ini sebagai sub kontraktor PT AMNT diduga menerapkan kontrak kerja yang Inkonstitusional.

“Kami mendesak pemerintah Sumbawa Barat untuk mencabut Ijin Operasional PT KJP karena menerapkan kontrak kerja yang Inkonstitusional. Pada prinsipnya, pengusaha dilarang untuk membayar upah lebih rendah dari upah minimum kepada pekerja/buruh. Hal ini dengan tegas diatur dalam Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja,” kata Joni, sapaan akrab Ketua Format KSB.

Menurut Joni, upah itu dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan. Namun, pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. “Artinya, kesepakatan upah antara pekerja/buruh dengan perusahaan harus berada diatas upah minimum provinsi atau upah minimum kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh gubernur,” paparnya.

Merurut Joni, apabila dalam kesepakatan, upah yang dibayarkan ternyata lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut dapat batal demi hukum dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Joni Saputra, SH, Ketua Format KSB.

Pengusaha dalam persoalaan ini, bebernya dapat dikenakan sanksi pidana apabila melanggar ketentuan pemberian upah. Misalnya, dalam pasal 88 angka 63 UU Cipta Kerja menyebutkan barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud salah satunya Pasal 88A ayat 3 atau membayar upah lebih rendah dari upah minimum maka dapat dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400 juta.

“Tindak pidana tersebut termasuk kedalam tindak pidana kejahatan sehingga pegawai/buruh dapat melaporkan ke polisi dan menempuh upaya hukum pidana terhadap pengusaha,” jelasnya.

Selain peraturan diatas, dirinya juga menyinggung terkait ketentuan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang diduga sebagai HRD pada perusahaan PT KJP.

Dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 di Bab VIII tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Di bab itu, menjelaskan beberapa ketentuan yakni, pengusaha yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri (Pasal 42). Kemudian, pemberi kerja perseorangan dilarang mempekerjakan TKA (Pasal 42).

TKA lanjutnya, hanya dapat dipekerjakan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu (Pasal 42) dan terakhir TKA yang habis masa kerjanya dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan TKA lainnya itu tertuang dalam (Pasal 42) UU tersebut.

“Artinya, pengusaha yang menggunakan TKA harus memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan Menteri (Pasal 43). Selanjutnya, pengusaha yang mempekerjakan TKA wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku di (Pasal 44). Bahkan, TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu dan itu tertuang dalam pasal 46,” bebernya.

Selain UU, Joni juga menjelaskan dalam Kepmenaker No 40 Tahun 2012 menyebutkan bahwa terdapat 19 jenis jabatan yang tidak boleh diisi oleh TKA salah satunya adalah jabatan HRD.

“Dari temuan dan fakta dilapangan, kami menduga perusahaan melanggar UU Ketenagakerjaan serta urunannya. Sehingga, dalam waktu dekat kami secara resmi akan melaporkan perusahaan tersebut, yang mana kuat dugaan telah membayar upah karyawan dibawah standar UMK ke pihak penegak hukum untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.

Sementara, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui Kadis Ketenagakerjaan Ir. H. Muslimin, HMY, M.Si dikonfirmasi wartawan mengatakan, bahwa pihaknya telah memanggil secara resmi Manajemen PT KJP, akan tetapi berhubung saat itu, mendekati momentum lebaran sehingga pihak terkait belum bisa memenuhi panggilan tersebut.

“Iya, minggu kemarin pihak PT KJP sudah kami panggil secara resmi. Tapi berhubung waktunya mepet dengan momen lebaran, sehingga minggu depan kami panggil kembali,” kata H Muslimin.