JAKARTA – Kabareskrim Komjen Agus Andrianto akan mengeluarkan telegram kepada direktur reserse narkoba (Diresnarkoba) di 34 Polda untuk melanjutkan penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari pengembangan tindak pidana awal yaitu narkoba. Jika tidak ditindaklanjuti, maka para Diresnarkoba akan dievaluasi.
Pengusutan TPPU tersebut untuk memiskinkan para bandar sebagai salah satu upaya pemberantasan tindak pidana narkoba. “Kabareskrim kemarin, bahwa beliau akan mengeluarkan telegram yang bersifat penguatan kendali tentang penyidikan TPPU sebagai penyidikan lanjutann dari tindak pidana awal (TPA) narkoba dan akan menjadikan ini sebagai penilaian kinerja dari masing-masing direktur di jajaran, jadi manakala tidak mungkin akan menjadi evaluasi,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halamoan Siregar kepada wartawan, Jumat (17/12/2021) kemarin.
Krisno juga telah membuat target kinerja untuk para Diresnarkoba . Ia membagi tiga kluster daerah sangat rawan, rawan dan kurang rawan.
“Nah pada saat sangat rawan kami menetapkan setidaknya 5 kasus baru yang rawan kami menetapkan ada 3 kasus dan yang kurang rawan 2 kasus,” paparnya.
Dan kemudian, dari target tersebut harus dikembangkan ke tindak pidana pencucian uang. Tentunya untuk para direktur yang belum melaksanakan perintah Kabareskrim itu akan dievaluasi dengan menerjunkan tim asistensi. Sehingga sambung Krisno, bisa menemukan permasalahan sebenarnya, jika memang ada kelemahan sumber daya, maka akan diberikan pelatihan.
“Kami mengundang ahli ke direktorat ini atau reskrim atau adanya karena kurang koordinasi mungkin dengan pihak PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan), karena saya katakan PPATK ini adalah suatu lembaga yang sangat powerfull untuk menganalisa semua transaksi keuangan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, Bareskrim berhasil merampas harta milik para bandar dari tiga kasus berbeda dengan nilai Rp338 miliar dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk kasus pertama yaitu pengungkapan 20.000 butir ekstasi dengan tersangka ARW. Mantan manajer di tempat hiburan malam di Bali berinisial ARW yang ditangkap di Bali pada 2017 itu kini menjalani hukuman seumur hidup di Lapas Nusakambangan.
Bareskrim mulai melacak aset-aset dan uang yang disamarkan oleh ARW dari hasil penjualan narkoba sejak 2002 hingga 2017. Pasalnya, yang bersangkutan pernah ditangkap pada tahun 2002 oleh Polda Bali. Dari TPPU tersebut, penyidik berhasil menyita uang Rp3,6 miliar dan 11 aset berupa tanah dan banguna di berbagai wilayah. Jika dirupiahkan, nilai aset tersebut mencapai Rp294,9 miliar.
Kemudian kasus kedua yaitu pengungkapan sabu seberat 29 kilogram sabu pada September lalu dan menangkap 2 orang kurir di Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Penyidik kemudian menangkap seorang pengendali berinisial HS asal Aceh. Dari pengusutan TPPU, penyidik berhasil membuat tersangka dimiskinkan.
Dari HS, Bareskrim berhasil menyita delapan aset tanah dan bangunan serta dua mobil mewah. Diperkirakan aset tersebut mencapai Rp9,8 miliar. Dan yang terakhir kasus pabrik obat ilegal terbesar se-Asia Tenggara di Bantul dan Sleman, Yogyakarta. Dari kasus tersebut lima tersangka yang mendapatkan keuntungan paling besar dijerat dengan UU TPPU.
Bareskrim berhasil menyita 2 juta dolar Singapura (Rp21 miliar) dan uang tuna Rp2,7 miliar serta membekukan rekening para tersangka. Jika ditotal uang yang disita mencapai Rp26,4 miliar.
“Polri tetap berkomitmen , karena kami menyadari penindakan narkoba tidak cukup hanya penyitaan barang bukti, tapi juga harus ada strategi pemiskinan sehingga upaya pemberantasan tersebut dapat maksimal dan pada akhirnya ini berkontribusi terhadap kebutuhan Indonesia lintas narkoba,” pungkas alumni Akpol 1991 ini.