Oleh: Siska Meiliana
Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Malang
Bullyingadalah fenomena yang telah lama terjadi di kalangan remaja. Kasus bullyingbiasanya menimpa anak sekolah. Pelaku bullyingakan mengintimidasi atau mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullyingakan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri. Bullyingharus dihindari karena bullyingmengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullyingjuga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad, bullyingtidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an (Olweus, 1978). Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak melakukan bullyingdan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying. Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullyingdi sekolah dapat direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan lain sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullyingdalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullyingyang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh.
Bullying elektronik, merupakan bentuk dari perilaku bullyingyang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullyingjenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, emiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
Salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu.Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk.Ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma.
Hello, sekarang ini sudah zaman Artificial Intelligence. Kalau mesin saja makin pinter, masak kita yang manusia masih sibuk gencet-gencetan? Apa manfaatnya?
Pada akhirnya, kedua belah pihak, si pelaku dan korban bullying, akan sama-sama merugi. Bahkan penonton juga bisa rugi – barangkali sampai meragukan nuraninya sendiri karena telah terusik saat menyaksikan kejadian tak menyenangkan.
Jadi, jangan lari dari masalah yang sebenarnya. Kegalauan, kekurangan, ketidaksempurnaan dalam hidup seseorang tidak bisa menjadi validasi untuk melampiaskannya pada orang lain. Misalnya, bila kamu tak suka rambutmu yang lurus lepek, masalah ini takkan selesai hanya dengan menghasut seluruh teman-temanmu untuk membenci Ana yang berambut ikal mengombak seperti gulungan air pantai. Selama kamu belum menemukan cara untuk menata rambutmu, atau menerimanya dengan lapang hati, kamu tetap takkan puas bahkan setelah menggencet sepuluh orang Ana sekalipun. Hal ini berlaku pada setiap persoalan lain, baik itu dalam keluarga, dengan saudara, atau nilai ujian di sekolah. Seluruh tenaga yang dihabiskan untuk adik kelas, junior, teman sekolah, siapapun dia, akan lebih berfaedah bila kamu gunakan untuk menyelesaikan inti persoalan yang sebenarnya tengah kamu hadapi.
Selama ini pemerintah telah membuat suatu tim khusus pengembang pendidikan karakter di Kementrian Pendidikan,tetapi teknis pelaksanaannya belum mendarat dengan baik di sekolah.Menurut saya, tim dari pemerintah seharusnya bukan hanya mengembangkan bahan ajar tetapi panduan teknis menumbuhkan empati melalui contoh-contoh nyata di sekolah, misal cara pendampingan emosi dengan cara memberikan suatu solusi ketika siswa bertengkar, solusi ketika guru menemui kasus perundungan, dan lain-lain sebagainya.
Menurut pendapat saya Upaya untuk Mengatasi Bullying Di Sekolah adalah Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerapan sistem anti-bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya. dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang.
Serta Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Sebaliknya, bila kamu telah menjadi korban bullying, jangan segan mencari pertolongan. Sampaikan keadaanmu pada siapapun yang sekiranya bisa membantu. Jangan menipu diri dengan mengatakan bullying itu tak terjadi. Mengingkari kenyataan tak menyenangkan hanya akan menciptakan masalah yang lebih besar lagi dikemudian hari nanti kamu akan bangga dan berterimakasih pada dirimu sendiri karena telah melewati satu masa suram di sekolah dengan baik.