SUMBAWA BARAT, SP – Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau penghasil emas dan tembaga, khususnya di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Mengingat di kabupaten ini terdapat tambang penghasil emas dan tembaga terbesar kedua setelah tambang di Papua. Maka untuk mendukung pengembangan tambang ini tentunya harus didukung oleh tekhnologi dan pembangunan yang bisa menunjang keberlangsungan oprasi tembang tersebut.
Salah satu penunjang untuk efektifitas operasi tambang ini di butuhkan pembangunan Smelter, sehingga rencana pembangunan smelter ini sudah di rencanakan sejak 10 tahun lamanya. Hingga pada akhirnya, di hari Kamis, tanggal 22 Juli 2021 telah terjadi kesepakatan dan tandatangan Letter of Intent (LoI) secara virtual antara PT Amman Mineral Industri (AMIN) dengan Cina Non-Ferrous Metal Industry’s sebagai kontraktor Engineering, Procurement dan Construction, juga dengan Perusahaan China Nerin Engineering sebagai penyedia layanan teknis untuk pembangunan proyek Smelter AMMAN di KSB.
Kesepakatan penandatangan diatas turut disaksikan oleh Direktur Jendral Mineral dan Batu Bara, Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Dengan kehadiran pejabat Negara tersebut menandakan sebagai bentuk dukungan terhadap PT. AMIN sebagai langkah pengembangan potensi tambang emas dan tembaga itu.
Fenomena diatas tentunya menuai prokontra, disamping sebagai kabar gembira bagi PT AMIN sebagai pemilik tambang, disisilain datang dari berbagai kalangan masyarakat KSB terkait potensi terbukanya keran Tenaga Kerja Asing (TKA) di kabupaten ini. Hal ini tentunya tidak lepas dengan pengalaman yang sebelumnya terjadi di beberapa daerah, ambil contoh di daerah Sulawesi Tengah Morowali yang perhari ini hampir secara keseluruhan pekerjanya dikuasai oleh TKA Cina,(pekerja unskil) pun juga dengan Maluku yang pekerjanya banyak dari TKA Cina.
Berangkat dari kasus dua daerah diatas, tidak menutup kemungkinan akan terjadi hal yang sama di kabupaten ini, Kabupaten Subawa Barat Provinsi NTB. Karena denga terjadinya kerjasama dengan perusahaan Asing dari Cina dalam pembangunan Smelter ini, maka menjadi barang tentu akan didatangkannya TKA Cina sebagai tenaga kerjanya. Hal ini bukan pertama kalinya terjadi, melainkan sudah terjadi dibeberapa daerah seperti yang dikatakan diatas.
Model kerjasama seperti diatas adalah EPC (Engineering, Procurement and Construction), akan ditangani oleh penyedia jasa (China). Pemilik terima kunci (turnkey project) setelah proyek selesai. Urusan belanja barang, rekayasa teknik, hingga konstruksi ditangani oleh perusahaan pemenang/China. Dengan demikian tidak akan terhindarkan masuknya TKA ke wilayah KSB di tengah issue tenaga kerja lokal yang sering memanas.
Seperti kita ketahui otoritas ijin, control, dan evaluasi urusan tambang mineral ini berada di pemerintah pusat, namun ekses dan dampak sosialnya yang harus diterima dan dihadapi oleh pemerintah daerah. Untuk itu, bagaimana mengelola issue-issue sensitive di akar rumput tidak bisa dianggap sepele. Menurunkan aparat setiap konflik justru berpotensi mengundang konflik baru yang berujung merugikan bagi keduanya, baik bagi perusahaan tambang maupun bagi masyrakat dari kedua kabupaten tersebut.
Berangkat dari permasalahan diatas, semua elemen masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka harus ikut andil dalam menyikapi dengan seobjek mungkin agara potensi yang tidak diingin bisa diminimalisir . Lebih-lebih kami dari serikat pekerja yang punya tanggungjawab social dalam memperjuangkan pekerja lokal agar bisa terakomodir. Artinya, pekerja lokal harus menjadi prioritas dalam pembangunan proyek ini. Jauh disitu, syukur-syukur bisa memberikan kepastian kesejahteraan, upah layak. masyarakat di wilayah lingkar tambang.
Hal ini penting untuk kita bahas, mengingat proyek pembangunan smelter ini bukan hanya pada pembangunannya saja, akan tetapi juga sampai pada pekerja untuk keberlangsungan oprasi smelter tersebut. Disisi lain proyek ini berada didaerah kita Pulau Sumbawa, sebagai masyarakat Sumbawa Barat maka menjadi barang tentu masyarakat pribumi harus diprioritaskan. Akan tetap bukan hanya sampai disitu, namun sampai dengan keberlangsungan pekerjaan dan jaminan hak-hak normatifnya juga harus di perhatikan. Maka disinilah keterlibatan kami sebagai lembaga control sector pekerja.
Disisi lain keterlibatan pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten juga menjadi wajib hukumnya dalam ambil bagian terkait proyek pambangunan ini. Hal ini dirasa sangat penting, mengingat sebagai pemangkuh jabatan dalam mengambil kibijakan. Tentunya muara dari kebijakan itu adalah kesejahteraan masyarakat, bukan malah menjerumuskan masyarakatnya ke lubang penderitaan. Pun juga dengan kaum intelektual, media dan pemuka masyarakat untuk memberikan pemahaman yang benar terkait potensi ancaman dari proyek pembangunan tersebut.
( Rusman Rabbarani)