MATARAM – Lalu Sujarwadi ST, mantan kepala desa Pasir Putih, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat dituntut 6 tahun 5 bulan penjara. Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 2 sesuai dengan isi dakwaan primair jaksa penuntut umum.
“Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Lalu Sujarwadi ST selama 6 tahun dan 5 bulan pidana penjara,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat, Rizki Taufani, Rabu, 21 Desember 2022 di sidang lanjutan kasus tersebut di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipidkor) dengan ketua majelis hakim Irlina SH., MH.
Terdakwa juga dibebankan untuk membayar denda Rp250 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun penjara.
“Kami juga meminta agar majelis hakim tetap melakukan penahanan terhadap terdakwa,” tambahnya.
Penuntut umum juga membebankan uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp539 juta.
Jika tidak bisa membayar satu bulan setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
“Jika hartanya juta mencukupi untuk mengganti maka harus menjalani hukuman kurungan selama 1 tahun penjara,” sebutnya.
Sebelum membacakan tuntutan, penuntut umum telah mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu terdakwa juga tidak jujur di proses persidangan dan belum melakukan pengembalian kerugian negara.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah menjalani proses hukum sebelumnya. Selain itu, terdakwa juga dianggap berlaku sopan saat proses persidangan dilaksanakan.
“Kami sudah mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan sehingga tuntutan tersebut kami anggap sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, kasus ini berawal ketika jaksa menemukan kelebihan bayar pada saat pembangunan lapak UMKM/MTQ dengan hasil pekerjaan di lapangan. Selain itu, beberapa kegiatan di desa yang tidak memiliki bukti pendukung dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dalam kasus ini jumlah kerugian negaranya mencapai Rp530 juta berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Kabupaten.