SUMBAWA BARAT – Aliansi Masyarakat Anti Mafia Tambang (AMANAT) Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, menggelar unjuk rasa, di Gate Benete, akses road PT.Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), Jum’at (14/10).
Aliansi ini menyerukan pemegang saham di Batu Hijau itu segera membentuk Tim Pencari fakta (TPF) untuk mengaudit dan mengungkap berbagai dugaan skandal ketenaga kerjaan, manipulasi dana Coorporate Sosial Responsibility (CSR) termasuk mafia penjualan Scrap (limbah) non B3.
Unjuk rasa berlangsung hampir empat jam tersebut berhasil mengepung akses road utama PT.AMNT. Massa aliansi yang berjumlah 150 orang lebih tersebut mengangkat spanduk yang bertuliskan pesan kepada pemegang saham dan aparat penegak hukum. Diantaranya, mendesak KPK menyudahi praktik mafia CSR dan proyek proposal yang mengatas namakan tenaga kerja lokal. Meminta Polda NTB memproses seluruh laporan AMANAT atas penyimpangan yang terjadi.
Massa aliansi didukung 11 LSM, Ormas dan kalangan profesional termasuk dosen, praktisi hukum dan praktisi kebijakan publik tersebut berlangsung damai.
“Kami mendukung segala bentuk investasi di Batu Hijau. Kami mendukung kepentingan lokal 80 persen baik tenaga kerja serta seluruh pengusaha lokal untuk masuk dan bersiang di Batu Hijau,” ucap, Ery Satriawan, SH.MH, ketua AMANAT, dalam orasinya.
Ery juga menyuarakan bahwa tim hukum yang terdiri dari pengacara, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di NTB telah bergerak menyusun analisa dan laporan tindak pidana terhadap dugaan keterlibatan para pihak, baik oknum management dan pemerintah yang menyalahgunakan uang CSR serta merekayasa proses rekrutmen satu pintu hanya untuk kepentingan proposal kelompok, mengatas namakan kepentingan lokal.
“Lokal jangan di adu. Mereka hanya butuh kuota yang jelas dan tanpa tes. 3000 pekerja untuk pembangunan smelter seharusnya memprioritaskan lokal. Bukan harus mengikuti tes rumit, komputer dan jenjang yang tidak jelas hanya untuk direkrut. Sementara ada banyak laporan dan fakta, pekerja lain direkrut tidak melalui tes dan rekruitmen satu pintu,” tegasnya.
Toniman Alkasim, pentolan GERAM KSB salah seorang orator aksi juga menyebut bahwa tidak percaya dengan oknum management serta pemerintah daerah yang bertindak seperti mafia saja. Uang CSR dipakai untuk membiayai program pemerintah seperti PDPGR yang justru hilang tanpa audit.
Boy Burhanuddin pentolan dari Pemuda Pancasila meminta pemegang saham mereposisi, evaluasi dan pemecat oknum management yang justru memicu provokasi dan kebijakan rancu atas semua kebijakan perusahaan soal CSR, rekrutmen tenaga kerja lokal serta kebijakan PHK sepihak, alert list (daftar tunggu,red) dan blacklist.
“Kami minta bapak aparat penegak hukum, tegakkan hukum lindungi kepentingan masyarakat. Oknum management jangan jadi pecundang dan menipu kepentingan lokal hanya untuk bisnis dan jabatan pribadi. Kami minta mereka semua dipecat terutama Mad Salim representasi lokal tidak becus berkomunikasi, ” teriak Mukhlisin dari Solidaritas Pencari Kerja lokal (Soper), menimpali orasi yang lain.
AMANAT sendiri telah membuat pernyataan sikap dan 11 tuntutan resmi kepada pemegang saham. Salah satunya, desakan untuk membentuk TPF serta memproses laporan aliansi ke ranah hukum, baik KPK, BPK dan Polda dan Mabes Polri.
Aksi unjuk rasa ini berlangsung damai meski sempat terjadi sejumlah insiden penghadangan kendaraan karyawan yang memaksa menerobos aksi. Aparat TNI dan Polisi terlihat ikut bersiaga mengamankan jalan negara dan obyek vital nasional itu.
Di penghujung unjuk rasa, massa aksi berhasil mendatangkan seorang perwakilan management untuk bertemu dengan masa aksi.
Perwakilan management tersebut diminta menandatangani pernyataan bermaterai yang isinya siap menyampaikan seluruh tuntutan AMANAT kepemegang saham. Baik membentuk TPF dan agenda hearing langsung dengan para pemegang saham.