SUMBAWA BARAT – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Barat lagi lagi tidak mengindahkan seruan sejumlah elemen untuk menolak pemberian hibah untuk gedung Adiyaksa dari pemerintah setempat.
Hibah pembangunan gedung yang sangat intens dari tahun ke tahun untuk Kejaksaan ditengah banyaknya laporan dugaan korupsi penyimpangan proyek pemerintah setempat, memicu spekulasi negatif.
“Jangan salahkan publik menduga bahkan menuduh akhirnya Kejaksaan melegitimasi proyek proyek Bancakan atau buah persekongkolan di Pemda KSB,” kata, Pengamat Kebijakan Publik, Andy Saputra, di Taliwang, Senin (11/4).
Andy Saputra yang juga dikenal aktifis pers di Sumbawa Barat menegaskan, perhatian publik atau masukan masyarakat sipil atas kinerja institusi penegak hukum mestinya diapresiasi. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) seharusnya bersurat ke Pemda KSB untuk menghentikan pengadaan atau pekerjaan hibah pembangunan kantornya.
Jika itu dilakukan Kajari, menurutnya, Kajari memiliki kepekaan terhadap aspirasi publik. Apalagi berupaya menegaskan komitmen Kejaksaan untuk ikut mengawasi dan memastikan segala laporan korupsi di proses.
“Ini kok pak Kajari diam saja. Ada banyak data dan laporan yang disampikan terbuka baik ke internal kejaksaan dan ruang publik. Kok beliau diam saja. Sekarang malah tender pembangunan mess Kejaksaan senilai Rp 409 juta malah sudah ada pemenangnya. Artinya, prosesnya tetap jalan, akan dikerjakan,” terangnya.
Sementara itu, Konsultan hukum pengadaan NTB, Mulyawan, SH menegaskan, menjadi menarik mengetahui proses tender dalam proyek hibah kepada insitusi penegak hukum.
Mulyawan menilai, tender pembangunan mess Kejaksaan yang dimenang oleh CV. Oqki Putra, asal Dompu, Nusa Tenggara Barat dengan nilai penawaran Rp 408.430.916 masih dinilai Janggal. Pertama, pagu anggaran Rp 409.956.000 hanya berselisih, Rp 1.525.082 dari nilai penawaran pemenang.
“Ini patut diduga sudah diatur. Peserta tender yang memasukkan penawaran sangat terlihat diriquest dan dikondisikan oleh satu orang. Hal ini terlihat, dari hasil evaluasi ketiga peserta lainnya memiliki kesalahan yang sama, yaitu, tidak melampirkan personel inti dan peralatan utama. Ditambah nilai penawaran yang nyaris sama, hanya selisih ratusan ribu rupiah,” timpalnya, curiga.
Mulyawan menegaskan jika kecurigaan itu benar, maka siapa yang sebenarnya mengatur kemenangan proyek untuk Kejaksaan ini?. Dan untuk kepentingan siapa?. Ini wajar, menurutnya, banyak orang berspekulasi menuduh ada conflik of interest antara pelaksana dengan kejaksaan.
Sebelumnya, Forum Analisis Kebijakan untuk Rakyat Republik Indonesia (FAKTA RI), Muhanan, SH meminta Jaksa Agung Muda Pengawas (Jamwas) RI untuk melakukan supervisi ke Kejaksaan Sumbawa Barat dan Lombok Tengah, menyusul maraknya intensitas hibah yang diterima insitusi Adhyaksa di daerah.
Banyaknya hibah tersebut menurut Muhanan justru tidak selaras dengan pengungkapan kasus Korupsi yang melibatkan otoritas pejabat didaerah. Ini sungguh mengusik rasa keadilan masyarakat. Apalagi kasus yang banyak ditangani hanya urusan kepala desa.
Sebelumnya media berulang kali mengulas banyaknya laporan korupsi dan dugaan korupsi kepada Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat.
Misalnya, laporan dugaan korupsi dan Bancakan proyek Embung Tobang senilai Rp 30 Miliar lebih, Embung Talonang Rp 5,6 Miliar, peningkatan jalan Lawar Sekongkang Rp 1,4 Miliar. Pengadaan pakan dan bibit unggas tahun 2020 senilai Rp 6,4 Miliar. Pengadaan Sapi tahun 2020, Rp 5,9 Miliar dan pembangunan beberapa paket jaringan perpipaan Spam yang bernilai miliaran.
Sementara itu, dikonfirmasi media, Kajari Sumbawa Barat melalui Kasi Intel, Nengah Mahardika menegaskan, hibah untuk pemeirntah itu sudah diatur dengan jelas, dalam peraturan perundang undangan. Itu juga nantinya menjadi milik negara.
“Kalau ada indikasi korupsi pengadaan barang dan jasa,silahkan dilaporkan dengan bukti permulaan yang cukup,” tutup Kasi Intel, Nengah Ardika.