Dugaan gratifikasi dalam penyaluran Pokok Pikiran (Pokir) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) kembali menyingkap wajah gelap tata kelola bantuan publik di Daerah ini
Apa yang sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Barat bukan perkara kecil. Jual beli mesin Combine yang seharusnya diterima kelompok tani adalah bentuk paling gamblang bagaimana aspirasi rakyat dapat direduksi menjadi komoditas transaksional.
Kejari seperti dilansir media pekan ini, telah memeriksa lebih dari 20 kelompok tani dan mengamankan sekitar 20 unit Combine. Angka ini bukan kebetulan, bukan kekacauan administrasi, dan jelas bukan kesalahan teknis biasa.
Ini adalah tanda bahwa ada pola dugaan penyimpangan yang berjalan cukup rapi. Media juga memberitakan dugaan keterlibatan 5 hingga 10 anggota DPRD, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak lagi menjabat.
Jika dugaan ini benar, maka ini bukan hanya kegagalan moral individu melainkan retaknya fondasi integritas lembaga perwakilan rakyat di tingkat daerah.
Pokir, yang seharusnya menjadi jalur resmi perjuangan aspirasi masyarakat, justru berubah menjadi titik rawan kekuasaan.
Dugaan pemindah tanganan Combine di luar mekanisme resmi dan indikasi gratifikasi menandakan bahwa kewenangan publik bisa diperdagangkan kepada yang mau membayar.
Dalam konteks ini, petani bukan lagi penerima manfaat, tetapi sekadar alat legitimasi untuk mengaburkan aliran kepentingan.
Kejaksaan tidak punya ruang untuk ragu. Penyelidikan harus dilakukan dengan pisau yang benar-benar tajam memotong habis praktik-praktik yang merusak rasa keadilan.
Pemanggilan pejabat OPD teknis dan legislator bukan boleh lagi dianggap sekadar rutinitas penyelidikan. Publik menuntut proses yang total, transparan, dan tidak menyisakan celah kompromi.
Kasus Combine bukan sekedar menguji keberanian Kejaksaan, tetapi juga menantang keseriusan pemerintah daerah menjaga kehormatan tata kelola publik.
Hari ini masyarakat menagih jawaban: apakah bantuan rakyat bisa lagi dipercaya? Apakah Pokir kembali menjadi aspirasi, atau tetap menjadi jalan pintas kepentingan?
Sumbawa Barat berada di titik krusial. Bila kasus ini dibiarkan menguap, kita sedang menyaksikan legitimasi pemerintahan daerah runtuh pelan-pelan oleh perilaku segelintir orang.
Aspirasi rakyat tidak boleh menjadi barang dagangan. Combine bukan alat tawar-menawar politik. Dan Pokir bukan sarang gratifikasi.
Jika proses hukum kembali melemah, maka yang tersisa hanyalah luka lama yang terus membusuk dan publik yang semakin lelah dikhianati.
