MATARAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti 6.000 aset milik 11 Pemkab dan Pemkot yang belum tersertifikasi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Lembaga antirasuah menyebutkan aset-aset tersebut rawan menjadi target mafia tanah.
Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan, pemda di NTB masih memiliki banyak pekerjaan rumah terkait sertifikasi aset. Dari 12.000 aset, baru 6.000 atau 50 persen yang telah tersertifikasi.
“Ini mencakup aset di Pulau Sumbawa dan Lombok,” ungkap Dian kepada wartawan, Kamis (15/8).
Dian mengatakan, perlu ada upaya percepatan dalam proses sertifikasi aset ini. Salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 18 Tahun 2021.
“Intinya, meskipun belum memiliki dokumen lengkap, selama aset tersebut dikuasai oleh pemerintah masih ada peluang untuk melakukan sertifikasi,” jelasnya.
Dian juga menekankan pentingnya pengelolaan aset yang baik di NTB, mengingat potensi nilai aset yang sangat besar. Namun, saat ditanya mengenai nilai total aset yang dimiliki, Dian mengakui bahwa pihaknya masih belum menghitung secara pasti.
“Kita harus hitung dulu, saya baru beberapa hari di sini,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar tidak ada pembiaran atau kesengajaan dalam pengelolaan aset yang bisa berdampak negatif.
“Kita perlu memastikan pemanfaatan aset sesuai dengan kontrak yang ada, dan jangan sampai ada kontrak yang tidak memiliki batas waktu yang jelas,” tegasnya.
Selain itu, Dian mengingatkan bahwa aset yang belum tersertifikasi rentan menjadi target mafia tanah.
”Belum lagi ada modus dari mafia tanah. Kita punya aset, tapi bisa saja orang lain berpura-pura berperkara di pengadilan,” tambahnya.