oleh

Mi6 Libatkan Jurnalis se Pulau Sumbawa Bedah Persoalan Masyarakat untuk Pilgub 2024 

 

SUMBAWA BESAR – Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 berupaya turut berpartisipasi dalam menyukseskan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Barat 2024. Sebagai langkah kongkret, Mi6 menggelar roadshow ke Kabupaten Sumbawa, NTB.

Roadshow itu ditujukan guna melakukan pemetaan sejumlah isu strategis dengan memotret persoalan yang lebih spesifik yang hinggap di masing-masing daerah.

Dalam roadshow yang digelar di Hotel Kaloka Sumbawa, Sabtu (1/6/2024) tersebut, Mi6 menggelar Fokus Group Discussion (FGD) menggandeng puluhan jurnalis aktif dari sejumlah perwakilan organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), serta perwakilan media dan organisasi pers lainnya yang dimoderatori  Abdul Majid, seorang Lawyer dari Mataram.

Dalam sambutannya, Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto menyatakan, Pilkada Serentak 2024 merupakan momen yang strategis bagi masyarakat untuk melakukan kontemplasi, melihat lebih dalam persoalan apa yang masih hinggap di tubuh masyarakat.

“Pada prinsipnya, kami ingin menyerap informasi, meminta pandangan dan persepsi dari teman-teman di Pulau Sumbawa terkait persoalan-persoalan yang kira-kira bisa kita urai benang merahnya untuk kita suarakan dalam momen kontestasi demokrasi (Pilgub NTB) yang akan digelar 27 November nanti,” papar pria yang akarab dipanggil Didu ini.

Pulau Sumbawa, kata Didu secara sosio-kultural dihuni oleh dua etnis atau suku besar yakni Suku Samawa dan Suku Mbojo. Kekhasan kultural ini menurutnya tentu juga akan memunculkan cita rasa yang berbeda terhadap persoalan yang hinggap di tubuh masyarakat.

Mi6 berpandangan bahwa kontestasi Pilgub NTB merupakan salah satu wadah atau corong bagi masyarakat untuk menyuarakan harapannya. Mi6 hadir di Pulau Sumbawa untuk mendengar lebih dekat “Suara dari Sumbawa” terhadap Pilgub NTB 2024.

“Saya mau meminta persepsi mereka agar para calon secara umum atau kontestan punya concern untuk memberikan tawaran kepada masyarakat nanti untuk dielaborasikan dalam janji dan visi-misi untuk menarik simpati rakyat,” tegasnya.

Lebih jauh, Mantan Eksekutif Daerah (ED) Walhi NTB itu mengungkap alasan menggandeng sejumlah media. Menurutnya, media merupakan salah satu eksponen yang paham dan punya akses lebih dalam untuk memotret persoalan kedaerahan.

“Kenapa kami menggandeng media? Karena kami menganggap media ini mengetahui betul problem strategis yang ada di masyarakat. Mereka punya akses informasi yang lebih luas,” ungkap Didu.

Didu berpesan, dalam kontestasi demokrasi yang sebentar lagi akan dihelat, media mesti tetap memberi kontrol sosial, kritis dan tentunya independen. Media harus berdiri di tengah, tidak boleh berpihak dan partisan.

Dalam FGD-nya, para jurnalis memberikan perspektifnya terhadap beberapa masalah yang dianggap perlu digesa penyelesaiannya oleh pemerintah yang akan menjabat lima tahun mendatang.

Ketua PWI Sumbawa Zainuddin dalam paparannya mengungkap sejumlah persoalan dalam rangka menyongsong Pilgub NTB 2024.

Salah satu yang diamatinya, adalah adanya persoalan yang dirinya sebut sebagai “ego kesukuan”.

Menurut Jen, persoalan-persoalan privat seperti kesukuan seharusnya tidak lagi menjadi salah satu diskursus yang diperbincangkan.

“Sekarang ini memang yang paling menarik adalah dinamika politik yang  berlangsung di level elite provinsi. Ada ego kesukuan. Ada yang ingin mengembalikan image bahwa gubernur harus orang Lombok. Itu yang muncul di sini (Sumbawa). Di samping persoalan lain, itu yang paling terasa. Di sini ada bahasa bela baris, kondisi itu yang ada sekarang,” ungkapnya.

Berbeda dengan Zainuddin , Jurnalis Sumbawanews.com Fian memberi cermatan pada persoalan lain yakni pertanian. Ia menyoroti ada masalah serius dalam sektor pertanian. Padahal diketahui, sektor pertanian ini, merupakan sektor mayoritas yang digeluti masyarakat, tidak hanya di Sumbawa, tetapi juga di NTB. Sektor pertanian juga selama ini masih menjadi salah satu penopang utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Sumbawa dan NTB.

Sektor pertanian yang disorot Fian adalah produksi jagung. Harga jagung setiap kali panen raya dilakukan sering tak terkendali. Dirinya mengusulkan, ketimbang jagung dari Sumbawa dijual ke luar daerah. Ia berharap agar pabrik pakan dibuat di Sumbawa.

“Sektor pertanian ini dilematis. Perlu ada pengendalian harga, pemerintah mesti hadir menjadi hakim yang adil dalam mengatur arus produksi jagung hingga jual beli. Ketimbang kita bawa ke luar daerah, lebih baik buatkan kami pabrik pakan. Supaya harganya tidak fluktuatif,” paparnya.

Sementara itu, Jimmi Setiawan Jurnalis Bidikkameranews juga mengurai sejumlah problem seputar pertanian. Ia  mengemukakan masalah-masalah lain ihwal kesenjangan pembangunan antara Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Seperti jaringan telekomunikasi yang masih belum sepenuhnya sampai ke pelosok-pelosok desa, infrastruktur jalan, pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), kesejahteraan media, pertambangan dan event-event internasional yang memang belum memberikan multipplier effetct yang nyata bagi masyarakat NTB, khususnya Pulau Sumbawa.

Hingga berita ini diturunkan, diskusi terpantau berlangsung cair. Hasil diskusi itu nanti akan dijadikan Mi6 sebagai bahan untuk melakukan rencana tindaklanjut. (Tan/**)