SUMBAWA BARAT – Inaportnet, adalah sistem layanan elektronik berbasis internet yang memuat informasi layanan perizinan kapal masuk (clearance in) dan kapal keluar (Clearance out) di sebuah pelabuhan umum.
Sistem ini diharapkan agar lalulintas pelabuhan mudah di monitor secara terpusat dan mencegah kontak langsung antara petugas administrator syahbandar dengan perusahaan jasa bongkar muat.
“Tapi, praktik dilapangan justru Inaportnet itu diakali. Mereka (Syahbandar,red) mengizinkan bongkar ship to ship di perairan, bukan di dermaga. Dan data daftar tunggu untuk masuk dan keluar kapal tidak terbaca dalam Inaportnet,” kata, DA, pengusaha bongkar muat, di pelabuhan Benete, menuding dugaan praktik curang, otoritas KUPP setempat, Senin (20/2) lalu.
Sejumlah pengusaha bongkar muat lokal, kerap melakukan protes kepada otoritas Syahbandar mengenai praktik Ship to ship diluar dermaga resmi. Praktik ini memungkinkan satu perusahaan bongkar muat menguasai satu dermaga dan bisa bongkar beberapa kali dalam satu waktu. Meskipun izin kapal tidak terdaftar dalam Inaportnet.
Menurut DA, ini merugikan kapal lain, baik perusahaan jasa keagenan dan bongkar muat, utamanya perusahaan lokal. Karena kapal mereka tidak bisa bongkar di dermaga karena praktik Ship to ship ini, meski sudah terdaftar dan jadwalnya masuk dalam sistem online kementerian perhubungan RI, Inaportnet tadi.
Praktik seperti ini, menurut sumber di pelabuhan Benete lainnya, sudah berlangsung lama. Semenjak kepala UPP dipimpin, Ilyas. Bahkan, data dan sumber media menyebutkan, dugaan setoran rente di balik kebijakan monopoli dermaga dan Ship to Ship ini kerap diterima oknum pejabat setempat melalui pihak ketiga.
“Bukti transfer dan data ada di kami. Inikan korupsi, gratifikasi dan suap. Berapa ratus juta perhari potensi pajak bongkar dan sandar kapal di pelabuhan yang hilang setiap hari, karena tidak terpantau di sistem. Tapi aktifitas monopoli dan bongkar perusahaan tertentu tetap terjadi,” kata, sumber media, Minggu.
Berbagai pelaku usaha bongkar muat memprotes, otoritas KUPP Pelabuhan Benete memberikan Izin persetujuan melakukan aktifitas ship to ship di kolam pelabuhan. Seharusnya wajib masuk dalam sistim inaportnet dan memperoleh persetujuan kementerian perhubungan. Kolam pelabuhan itu, menurut sumber tadi, adalah ruang gerak manuver bongkar masuk kapal. Dengan kedalaman yang sesuai. Anehnya, di pelabuhan Benete, kapal bongkar di pelabuhan masuk di Inaportnet sementara kapal bongkar di kolam pelabuhan atau ship to ship tidak masuk dalam data Inaportnet.
“Ada kebocoran penerimaan negara dari praktik Ship to ship ini sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 11 tahun 2015 tentang jenis dan tarif jenis atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada kementerian perhubungan. Terutama pasal 9.a. Terus hitung berapa kerugian negara dari praktik ini saja?,” ujar, sumber tadi, lagi.
Sebagaimana diketahui, proses ship to ship dalam aktifitas bongkar muat kapal di perairan diatur berdasarkan Keputusan Direktur Jendral (Dirjen) Perhubungan Laut. Sebagai contoh, keputusan Dirjen Perhubla Nomor Pp-304/1/8/DTPL-15 tentang penetapan perairan pandu luar biasa pada terminal khusus ship to ship transfer (STS), di pelabuhan Bangka. Ini artinya, kepala KUPP Benete tidak berwenang mengizinkan aktifitas Ship to ship, bahkan hingga waktu yang tidak ditentukan.