oleh

Kuasa Hukum WNA Perancis Desak Polres KSB Tindak Tegas Pelaku Penganiayaan dan Tangkap Otak Provokasi

SUMBAWA BARAT – Kuasa hukum JC warga negara Perancis korban penganiayaan dan pengeroyokan di Sumbawa Barat, Muh. Erry Satriyawan, SH, MH, CPCLE, mendesak pihak Kepolisian Resor (Polres) Sumbawa Barat untuk segera mengambil langkah tegas dalam memproses para pelaku, termasuk otak utama yang diduga menghasut dan memerintahkan aksi brutal tersebut.

“Klien kami adalah warga negara Perancis yang datang ke Indonesia dengan itikad baik untuk berinvestasi dan memberdayakan masyarakat lokal. Namun, sangat disayangkan ia justru menjadi korban tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan. Kami meminta Polres Sumbawa Barat menindak tegas semua pelaku tanpa pandang bulu, tidak hanya eksekutor di lapangan, tetapi juga aktor intelektual yang memprovokasi dan mengorganisir kejadian ini,” tegas Erry Satriyawan kepada wartawan, Kamis (11/09/2025).

Menurutnya, tindak pidana pengeroyokan bukan hanya merugikan korban secara fisik maupun psikologis, tetapi juga mencoreng citra penegakan hukum dan keamanan di Kabupaten Sumbawa Barat di mata dunia internasional.

“Oleh karena itu, kami berharap kepolisian dapat segera menuntaskan penyelidikan dan membawa seluruh pelaku, termasuk penghasut, ke meja hijau. Ini penting demi memberikan rasa keadilan bagi korban dan menunjukkan bahwa hukum benar-benar ditegakkan di negeri ini,” tambahnya.

Erry sapaan akrabnya Advokat muda itu menegaskan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami percaya Polres Sumbawa Barat mampu bekerja profesional dan objektif. Penegakan hukum tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan saja, tetapi harus sampai pada otak utama yang memerintahkan,” pungkasnya.

Lebih lanjut, Erry menyatakan akan segera menyurati Polda NTB dan Mabes Polri agar kasus ini menjadi atensi khusus, mengingat menyangkut nama baik Indonesia di mata dunia. “Perlu diketahui, kejadian penganiayaan dan pengeroyokan ini berlangsung di area villa korban, pada saat itu disaksikan oleh banyak tamu dari berbagai negara lain. Hal ini berpotensi menimbulkan citra negatif terhadap keamanan dan penegakan hukum di Indonesia jika tidak segera ditangani secara serius,” ujarnya.

Erry menegaskan, aktor intelektual dibalik kejadian ini harus dihukum berat. “Saya sangat mengetahui mereka bekerja untuk siapa, dan upaya-upaya intimidasi sebelumnya sudah sangat sering terjadi. Bukti-bukti yang kami miliki jelas menunjukkan keterkaitan tersebut. Karena itu, aparat penegak hukum harus berani menindak dan memberikan hukuman maksimal kepada otak dari kasus ini,” ungkapnya.

Pihaknya menduga, otak penganiayaan adalah mantan istri korban berinisial JT, seorang warga negara Belgia, yang selama ini diduga aktif melakukan provokasi. “Perlu kami sampaikan, otak pelaku juga berada di lokasi saat kejadian berlangsung. Fakta ini semakin memperkuat dugaan keterlibatannya secara langsung. Kami juga akan berkoordinasi dengan pihak Imigrasi terkait status dan keberadaan yang bersangkutan, agar penanganan hukum berjalan lebih transparan dan tidak ada celah bagi siapapun untuk menghindar dari proses hukum,” ujar Erry.

Erry menyampaikan, dirinya saat ini masih berada di Mataram, dan segera setelah tiba di Kabupaten Sumbawa Barat akan berkoordinasi langsung dengan penyidik Polres Sumbawa Barat untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan.

“Saat ini, klien kamu Julien Cormons korban masih menjalani perawatan medis di RS Asyifa. Terakhir kami apresiasi kinerja Polres Sumbawa Barat yang sudah mengamankan beberapa pelaku, dan kami akan mengawal proses ini sampai dengan terungkapnya otak di balik penganiayaan tersebut,” ujarnya

Sementara itu, Kapolres Sumbawa Barat melalui Kepala Unit Tindak Pidana Umum, IPDA Anwar, SH saat dikonfirmasi wartawan, mengatakan bahwa pihaknya sementara sudah menahan 3 orang dalam kasus pengeroyokan JC warga negara Perancis.

“Memang betul di CCTV itu ada kurang lebih sekian orang. Cuma setelah kita melakukan penyelidikan, yang muncul di situ cuma tiga orang yang melakukan pemukulan,” katanya.

Dilanjutkannya, kemudian, untuk pasal yang disangkakan pasal 170 ayat 1 KUHP, di mana ancaman itu sekitar 5 tahun 6 bulan.

“3 orang ini sudah kita lakukan penahanan, kemudian sebagai otak atau yang memerintahkan ini tidak muncul ini masih dalam proses pendalaman,” tandasnya.