oleh

Ketua DPRD NTB Diperiksa Terkait Dana Pokir Siluman

MATARAM – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB memeriksa Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda, Rabu (13/8/2025). Isvie datang memenuhi panggilan penyidik pukul 09.00 WITA dan keluar dari Kantor Kejati NTB pukul 12.54 WITA.

Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mengatakan kedatangannya ke Kantor Kejati NTB untuk memenuhi panggilan penyidik.

“Dipanggil oleh kejaksaan tinggi untuk dimintai keterangan dan Alhamdulillaah tiang (saya, red) sudah selesaikan semuanya,” kata Isvie.

Politisi Partai Golkar NTB ini mengatakan sebagai warga negara dia taat hukum. Sehingga datang ke Kejati NTB untuk memenuhi panggilan penyidik. Namun, dia enggan membeberkan lebih jauh terkait pemeriksaan yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati NTB. Termasuk jumlah pertanyaan yang ditanyakan penyidik kepadanya.

“Tanya penyidik apa yang ditanyakan. Nggak catat tiang (saya) berapa (pertanyaan). Saya nggak tahu, tanyakan ke penyidik. Sudah di penyidik semua,” tandasnya.

Kejati NTB mengusut dugaan korupsi dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB tahun 2025 berdasarkan surat perintah penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat nomor: PRINT-09/N.2/Fd. 1/07/2025 tanggal 10 Juli 2025. Penyidik Pidsus Kejati NTB telah memeriksa sejumlah saksi.

Di antaranya Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB Nursalim. Selain pejabat Pemprov NTB, penyidik juga telah memeriksa anggota dan Wakil Ketua DPRD NTB. Antara lain, Wakil Ketua I DPRD NTB Lalu Wirajaya dan Wakil Ketua II DPRD NTB Yek Agil pada Jumat (25/7/2025) lalu.

Kemudian empat anggota DPRD NTB, diantaranya Indra Jaya Usman dan Abdul Rahim pada Kamis (24/7/2025). Selanjutnya, pada Kamis (31/7/2025), dua anggota DPRD NTB diperiksa yaitu Marga Harun dan Ruhaiman.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB Wahyudi mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi dana Pokir DPRD NTB Tahun 2025 masih dalam proses penyelidikan. Wahyudi menjelaskan pihaknya akan melakukan evaluasi terkait proses penyelidikan yang dilakukan.

Jika dari hasil evaluasi tersebut dibutuhkan keterangan dari Ketua DPRD NTB, maka yang bersangkutan harus dipanggil.

“Kan manggil artinya memperpanjang waktu dan sebagainya. Kalau memang itu dibutuhkan, iya harus,” tegasnya.

Anggota DPRD NTB periode 2019-2024, Najamudin Mustafa mengungkap dugaan bagi-bagi uang siluman di DPRD NTB yang menyasar para anggota baru di lembaga wakil rakyat tersebut. Kasus ini bermula dari pemotongan dana Pokir DPRD NTB dalam APBD NTB 2025 yang dilakukan Pemprov NTB melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Dalih pemotongan yang dikemukakan adalah kebijakan efesiensi angaran sesuai instruksi pemerintah pusat. Padahal, program Pokir tersebut seluruhnya berupa pekerjaan fisik, maka seharusnya tidak boleh dipotong karena dikecualikan dari kewajiban efisiensi. Kendati demikian, BPKAD NTB tetap memotong dana Pokir.

Belakangan diketahui, pemotongan dana Pokir tersebut tidak menyasar seluruh Anggota DPRD NTB. Melainkan hanya bagi Anggota DPRD NTB yang tidak terpilih kembali di periode 2024-2029.

Diketahui, dari 65 Anggota DPRD NTB periode 2019-2024, terdapat 39 orang yang tidak terpilih kembali.

Sehingga dari situlah kecurigaan mulai muncul. Sebanyak 39 anggota DPRD NTB periode 2019-2024 menilai Gubernur NTB sudah melakukan kezaliman mengingat program Pokir dalam APBD NTB Tahun 2025 masih menjadi hak para anggota DPRD periode sebelumnya.

Sebab, program tersebut berasal dari penyerapan aspirasi mereka, didaftarkan pada aplikasi e-Pokir atas nama mereka, dan ditetapkan dalam APBD NTB Tahun 2025 dalam sidang paripurna DPRD NTB pada 21 Agustus 2024. Sedangkan anggota DPRD NTB periode 2024-2029 baru dilantik pada 2 September 2024.

Mantan Ketua Badan Kehormatan DPRD NTB ini menelusuri dan tercium aroma bagi-bagi uang yang menyasar kepada para Anggota DPRD NTB pendatang baru. Disinyalir ada beberapa oknum anggota dewan pendatang baru yang mengkoordinir pembagian uang kepada rekan-rekannya sesama anggota dewan baru. Uang yang dibagikan tersebut merupakan fee dari anggaran program yang akan didapatkan para anggota dewan.

Program tersebut berasal dari pemotongan program Pokir Anggota DPRD NTB lama yang tidak terpilih kembali. Seharusnya, Anggota DPRD NTB lama mendapat program Pokir Rp 4 miliar di APBD NTB Tahun 2025, tetapi dipotong menjadi hanya Rp 1 miliar.

Selanjutnya dari pemotongan tersebut, masing-masing anggota dewan baru diduga akan mendapatkan program senilai Rp 2 miliar. Namun, mereka tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program tersebut, atau setara dengan sekitar Rp300 juta.