SUMBAWA BARAT – Kepolisian Nusa Tenggara Barat diminta memproses hukum atas laporan dugaan tindak pidana Pungutan Liar (Pungli) di Pelabuhan Benete.
Dugaan pungli terjadi persis menuju jalur akses road PT.AMNT, yakni, jalur keluar pelabuhan Unit Pengelola Pelabuhan (UPP) kelas II Benete. Pungutan berkisar Rp 10.000 per tonase.
” Sekarang PT. Aman Samudera Sejahtera Abadi (ASSA) menguasai seluruh aktifitas bongkar barang milik AMNT di pelabuhan khusus maupun pelabuhan umum UPP Benete. Mereka harus membayar biaya portal Rp 10.000 per tonase. Sebulan ada sekitar Rp 400 juta lebih hasil pungutan tersebut,” kata, pekerja bongkar muat Benete, sumber Anonim media, Selasa (4/3).
Sebelumnya, investigasi media menemukan, awalnya mula dugaan pungutan itu terjadi berdasarkan persetujuan petinggi AMNT, Ahmad Salim. Ada juga Kepala UPP Benete dan pengusaha pemilik lahan. Pertemuan tersebut terekam dalam sebuah voice note yang beredar.
Ahmad Salim salah seorang petinggi AMNT yang menyetujui perlunya pungutan tersebut di area jalan pengerasan yang dimiliki AMNT. Lahan akses jalan menuju akses road atau pintu masuk AMNT. Pungutan dilakukan oleh pengusaha bongkar muat yang juga diklaim pemilik lahan.

“Masalahnya penguatan itu tanpa dasar. Itu kenapa disebut pungli. Karena aset jalan milik AMNT sementara aset tanah milik perorangan. Artinya ada dugaan kerjasama AMNT dengan pemilik lahan. Sebab izin pungutan tarif jalan kan pemerintah yang tetapkan. Perusahaan pemungut mesti memiliki izin,” kata, sumber Anonim media.
Media juga mengantongi list dugaan pungutan portal yang diduga ilegal tersebut, by name, waktu, kapal yang bongkar hingga perusahaan traking atau transport. Bahkan sampai nomor rekening tujuan pengumpul dana penguatan tersebut.
Kepala UPP Kelas II Benete, I Ketut Sudharma, yang dikonfirmasi soal pungutan tersebut enggan berkomentar banyak.
“Itu terjadi diluar pelabuhan pak,” ujar, Ketut Sudharma, singkat.
Pejabat PT. AMNT, Ahmad Salim juga enggan berkomentar ketika dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, mengenai keterlibatan dirinya terhadap dugaan pungli itu. Ahmad Salim enggan menjawab wartawan.
Tindak pidana pungli diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang kemudian diintegrasikan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam KUHP, tindak pidana pungli diatur dalam Pasal 552 ayat (1) yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan melanggar hukum melakukan perbuatan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, dengan mengancam akan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori IV.”
Selain itu, Pasal 552 ayat (2) KUHP juga menyebutkan bahwa:
“Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak kategori V.”
Dengan demikian, tindak pidana pungli diatur dalam KUHP sebagai perbuatan yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana.