MATARAM – Saksi sidang perkara korupsi dana pinjaman modal Perusahaan Daerah (Perusda) Kabupaten Sumbawa Barat(KSB), Nusa Tenggara Barat, periode 2016 sampai dengan 2021 menyebut sisa kas perusahaan pada bulan Juli 2022 sekitar Rp2 juta.
Saksi yang menyampaikan hal tersebut di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram itu adalah M. Rizal, Direktur Perusda Sumbawa Barat periode Januari 2020—Juli 2022.
“Sisa uang tunai saat saya undur diri Juli 2022 itu enggak ada, yang ada di rekening perusahaan sekitar Rp2 juta,” kata M. Rizal memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang perkara dengan terdakwa Engkus Kuswoyo dan Sadiqsyah di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (3/1/2024)sore.
Mantan Direktur Perusda Sumbawa Barat ini menyampaikan hal demikian menanggapi pertanyaan jaksa penuntut umum.
Dengan adanya keterangan tersebut, jaksa kembali meminta penegasan perihal nominal kas Perusda Sumbawa Barat ketika masa peralihan pimpinan di awal tahun 2020 dari terdakwa Sadiqsyah sebagai Plt. Direktur Perusda Sumbawa Barat periode 2016—2019.
“Waktu itu, sisa anggaran kas lebih dari Rp700 juta,” ujarnya.
Dari adanya sisa kas, Rizal sebagai direktur mengaku ada beberapa kali melakukan pencairan anggaran, antara lain, memberikan pinjaman modal kepada CV Putra Andalan Marine (PAM) milik terdakwa Engkus Kuswoyo sebesar Rp100 juta dan CV Sinar Belantara senilai Rp260 juta.
“Dari pinjaman modal itu, sudah kembali semua,” ucap dia.
Selain pinjaman modal ke dua perusahaan, ada juga terungkap penerimaan pembayaran tunggakan kredit dari CV PAM.
“Iya, ada dua kali terima setoran tunggakan dari CV PAM, Rp611 juta pada tahun 2020 dan Rp91,5 juta pada tahun 2021,” katanya.
Rizal mengaku di hadapan hakim bahwa uang setoran tunggakan dari CV PAM senilai Rp702,5 juta itu kemudian masuk ke kas perusahaan.
“Penyetorannya melalui rekening perusahaan,” ujar dia.
Dari pertanyaan kuasa hukum terdakwa Engkus Kuswoyo, Lalu Anton Hariawan turut terungkap adanya kegiatan Perusda Sumbawa Barat meminjam uang kepada salah seorang anggota legislatif bernama M. Saleh senilai Rp100 juta.
Saksi menjelaskan bahwa uang itu adalah bagian dari kerja sama Perusda Sumbawa Barat dengan M. Saleh untuk mendukung kegiatan wirausaha.
“Itu kerja sama, bukan pinjaman. Jadi, dalam kesepakatan kerja sama, kegiatan wirausaha di kantor perusda dipindah ke tempat M. Saleh,” ucapnya.
Peminjaman itu diakui saksi berjalan tidak merujuk Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 17 Tahun 2006, yakni melalui persetujuan Bupati Sumbawa Barat dan DPRD Sumbawa Barat.
“Jadi, pinjaman ini kami lakukan atas dasar persetujuan dewan pengawas saja,” kata Rizal.
Hakim Ketua Jarot Widiyatmono yang mendengar pernyataan tersebut langsung mempertanyakan ke mana uang sisa kas Perusda Sumbawa Barat melihat kalkulasi pendapatan pada tahun 2020 dan 2021 yang tembus lebih dari Rp1 miliar.
“Itu habis untuk bayar gaji karyawan, gaji dewan pengawas, perjalanan dinas, ada juga untuk riset rencana usaha,” ujarnya.
Selain itu, terungkap saat saksi menjabat sebagai Direktur Perusda Sumbawa Barat, ada pemberian pinjaman secara perorangan kepada karyawan dengan nominal rata-rata Rp50 juta.
Turut terungkap Sadiqsyah usai menduduki jabatan Plt. Direktur Perusda Sumbawa Barat mendapat pesangon senilai Rp159 juta. Nominal itu diakui saksi berdasarkan hasil perumusan perda.
“Ada persentase rumusan dari keuntungan Perusda Sumbawa Barat sehingga muncul angka Rp159 juta itu,” kata dia.
Selain itu, kas perusahaan juga habis untuk membayar uang karyawan setelah saksi sebagai pejabat baru membuat kebijakan atas keputusan dewan pengawas terkait kenaikan gaji sebesar 50 persen.
Ada juga kebijakan lain yang dibuat saksi terkait penurunan persentase keuntungan dari pemberian pinjaman modal, yakni dari 3 persen menjadi 1 persen.
“Kenapa ada penurunan? Ini melihat kondisi waktu itu COVID-19, itu sudah disetujui oleh dewan pengawas,” ujar Rizal.
Dari rangkaian pemaparan keterangan, saksi mengaku kegiatan yang berkaitan dengan persoalan keuangan tidak ada mendapatkan persetujuan dari Bupati Sumbawa Barat maupun DPRD Kabupaten Sumbawa Barat sesuai dengan amanah perda tahun 2006 yang menjadi landasan Perusda Sumbawa Barat menjalankan fungsi pengembangan potensi usaha di daerah.(ant)