oleh

GMAK dan Semut Merah Kembali Kepung Pelabuhan Benete

SUMBAWA BARAT – Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GMAK) dan Semut Merah kembali menggedor Kantor Unit Pengelola Pelabuhan (KUPP) Benete, pada Selasa (07/11/2023).

Puluhan massa aksi yang dilakukan oleh dua LSM itu, dipicu atas dugaan korupsi dan penggelapan aset serta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang diduga melibatkan kepala otoritas kesyahbandaran, Benete.

Ketua Semut Merah Fikri Insani dalam orasinya mendesak APH agar segera mencopot Kepala otoritas Syahbandar dari jabatannya karena diduga kuat melakukan korupsi dan penggelapan aset serta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Bukan hanya dicopot, Fikri juga mendesak Kepolisian segera menetapkan Kepala Syahbandar tersebut sebagai tersangka.

“Kasus ini sudah dilaporkan dan saat ini masih berproses di Polres Sumbawa Barat. Untuk itu, kami desak polisi agar segera menetapkan Kepala KUPP Benete sebagai tersangka,” tegasnya.

Sementara, Ketua GMAK Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Gusti Lanang Medyar menyoal terkait adanya laporan masyarakat soal kebocoran PNBP dari penyewaan aset di pelabuhan Benete yang tidak sesuai dengan prosedur.

“Ini harusnya di atensi. Belum lagi, beredar tuduhan perusahaan yang diduga milik oknum pejabat Kemenhub, justru bermain monopoli bahkan memprioritaskan pengusaha keturunan,” ungkapnya.

Joy sapaan akrabnya Ketua GMAK KSB itu meminta, agar situasi di pelabuhan Benete, dimana akses utama bongkar muat proyek Smelter PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), dapat jadi perhatian serius Aparat Penegak Hukum (APH).

Ia juga memaparkan, aktivitas dugaan monopoli pengusaha keturunan dan bisnis gelap pejabat Kemenhub sudah bukan rahasia lagi. Kondisi ini bisa memicu konflik dan ancaman terhadap masa depan investasi di Sumbawa Barat. Sebab, lokal justru dikorbankan atau dimarjinalkan dengan berbagai alasan.

“Saya juga minta kepada pengusaha keturunan ini untuk duduk bersama menyikapi meluasnya konflik antara pengusaha lokal dengan pengusaha keturunan,” ucapnya.

Selain itu, Joy juga menyebutkan, bahwa dari manifest dan daftar kapal yang sandar, beberapa pekan terakhir, menunjukkan perusahaan yang dikelola oknum Kepala Syahbandar Ilyas dan pengusaha non pribumi menguasai mayoritas perusahaan bongkar muat, keagenan dan tracking (pengangkutan,red). Sementara lokal hanya satu dua saja.

“Jadi itu mengapa kita sebut monopoli. Sebab perusahaan milik oknum pejabat Syahbandar dan non pribumi yang paling banyak dan menguasai tiga bidang usaha tadi. PBM, Keagenan dan Tracking,” ungkap Joy.