MATARAM – Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PWNU NTB bersama masyarakat Desa Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Rabu (21/12). Kedatangan mereka guna melaporkan dugaan mafia tanah di kawasan Tambak Sari Kabupaten Sumbawa Barat.
Laporan sendiri diterima Jaksa Heru dan Raka, anggota Tim Satgas Mafia Tanah Kejati NTB dengan nomor registrasi 32365 tanggal 21 Desember 2022.
Juru Bicara LPBH PWNU NTB, Sahril SH mengaku disambut baik oleh pihak Kejati NTB untuk menindaklanjuti laporan mereka. Namun di sisi lain, pihaknya meminta Kejati NTB untuk serius membantu menyelesaikan persoalan mafia tanah, khususnya di Desa Tambak Sari Kabupaten Sumbawa Barat.
“Kami menantang Kejati NTB untuk betul-betul serius memberantas mafia tanah ini. Kami juga berharap penuh kepada Kejati NTB segera menindaklanjuti laporan kami dan masyarakat Desa Tambak Sari siap kapanpun untuk memberikan keterangannya, ” tantang Sahril.
Dalam berkas laporannya, Tim LPBH PWNU NTB juga meminta Tim Satgas Mafia Tanah Kejati NTB segera mendalami dan memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat. Seperti Bupati Kabupaten Sumbawa Barat, kepala dinas dan instansi terkait, termasuk Kanwil BPN NTB dan Kepala BPN KSB, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bima, pihak Notaris, Tim 9, dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB.
“Kami menduga orang-orang ini mengetahui persoalan ini dan terindikasi terlibat di dalamnya. Termasuk juga Dewan Direksi dan Komisaris PT. BHJ dan Ketua Yayasan Tambak Sari inisial IS.
Lanjut Sahril, tidak boleh ada hak rakyat sejengkalpun tanahnya tidak boleh diambil. Sebab meski masyarakat yang notabene merupakan transmigrasi sudah menerima tanahnya termasuk pekarangannya, namun proses pengalihan sertifikat lahan tambak justru dialihkan ke perusahaan tanpa melibatkan masyarakat.
“Inilah bentuk kezaliman daripada mafia tanah di Tambak Sari. Apakah di situ ada unsur suap dan sebagainya? Kami menduga ada, karena mudahnya semua proses itu dilalui, ” kecamnya.
Sahril juga berharap agar Tim Satgas Mafia Tanah Kejati NTB segera turun ke lapangan. Sehingga Satgas Mafia Tanah Kejati NTB melihat langsung kesengsaraan masyarakat transmigran di Desa Tambak Sari.
“Jangan ada yang ditutup-tutupi, apakah nanti terungkap yang namanya tersangka berjamaah. Harus jujur untuk membela masyarakat, ” ketus pria yang akrab disapa Kades 1 Miliar itu.
Sementara itu, Ketua Komunitas Masyarakat Tambak Desa Tambak Sari, Rustam mengaku selama ini masyarakat seolah menjadi “kacung di tanah mereka sendiri”. Sebab, mereka tidak bisa lagi menggarap lahan tambak itu selama beberapa tahun terakhir.
“Kami ingin tau, siapa sebenarnya siapa yang jadi mafia di sini?” tantang pria yang juga Ketua Perwakilan Masyarakat Transmigran Desa Tambak Sari itu.
Keprihatinan nasib warga transmigran juga diakui Kepala Desa Tambak Sari, Suhardi. Dia menjelaskan bahwa sejak dibukanya lahan transmigrasi pada tahun 2000, masyarakat memang diberikan akses untuk mengelola lahan pekarangan. Sementara lahan tambak belum pernah diberikan meski surat dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI sudah mengirimkan surat kepada pemerintah daerah pada tahun 2009 lalu.
“Yang kami sayangkan, penerbitan HGU ini tanpa sepengetahuan masyarakat dan juga tidak ditembuskan ke Pemerintah Desa, ” ungkap Kades.
Kades juga mengungkap keprihatinannya terhadap masyarakat. Sebab selama ini dia melihat masyarakat, khususnya transmigran belum mendapatkan kesejahteraan.
“Kami ingin warga transmigran sejahtera, tentu dengan cara mereka mendapatkan haknya berupa lahan tambak seluas masing-masing 50 are per-KK, ” ujar didampingi perwakilan masyarakat di depan Gedung Kejati NTB.
Sementara saat wartawan melakukan konfirmasi, pihak Kejati NTB menerangkan bahwa belum dapat menjelaskan terkait apa persoalan yang disampaikan LPBH NU NTB beserta perwakilan warga Tambak Sari.
“Kami belum bisa menerangkan saat ini karena kami akan mempelajari permasalahan yang dilaporkan, “ucap salah satu pegawai Kejati NTB yang menerima laporan tersebut.