SUMBAWA BARAT – Aliansi masyarakat Anti mafia Tambang (AMANAT) mempertanyakan realisasi Rp 217 Milyar dana Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) selama kurun enam tahun terakhir, dinikmati siapa?.
Jumlah itu berdasarkan ekspose management AMNT dihadapan Komisi VII DPR RI, di Senayan Jakarta, 10 November 2022 lalu.
“Realisasi PPM tersebut diketahui tidak berdampak siginifikan dalam permberdayaan masyarakat sesuai skema program yang diharuskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan usaha kegiatan pertambangan pasal 179 dan 180,” kata, Ketua AMANAT, Ery Satriawan,SH.MH.CPCLE, dalam keterangan persnya, Senin (21/11).
Hari ini dari data report investigasi yang dilakukan pihaknya menurut Ery, sejak tahun 2017 hingga 2022, AMNT tidak menyentuh sektor program yang berdampak langsung bagi nilai tambah ekonomi, atau pemberdayaan. Misalnya, kegiatan penyaluran PPM yang dilakukan banyak melibatkan pihak ketiga, yang justru bukan lokal.
Ini dibuktikan sektor program yang direlisasikan hanya berkutat soal pelatihan vokasi, tehnik alat berat, Bantuan sosial, olah raga, penelitian dan bencana alam. Anehnya, dilapangan infrastruktur dan pemberdayaan usaha tidak terlihat sama sekali orang siapa saja dr KSB dan output apa
AMANAT menegaskan, perusahaan nasional yang mengakuisisi saham Newmont Partnership sejak 2016 tersebut tidak pernah melaporkan secara jelas, baik sasaran, nilai dan pihak ketiga yang dilibatkan dalam penggunaan dana CSR tersebut. “Bahkan pihak ketiga yang dilibatkan bukan dari lokal, tidak dikenal eksistensi lembaganya. Kalaupun harus menggunakan pihak ketiga dalam pelaksanaannya, kenapa tidak beri ruang buat orang-orang lokal? Atau jangan-jangan ada yg ditutupi atau adanya oknum yang bermain fee.
Berbagai persoalan tersebut memicu kecurigaan dan protes, bahwa realisasi CSR/PPM yang dilaksanakan selama ini, dikanalisasi secara tertutup melalui oknum tertentu baik dimanajemen dan oknum pemerintah.
Investigasi lanjutan AMANAT juga berhasil merecord testimoni nelayan, pengusaha lokal, warga lingkar tambang dan para tokoh yang tidak pernah merasakan atau menerima bantuan dana CSR/PPM PT.AMNT selama ini.
“Dibawa kemana Rp 217 milyar atau USD 14,7 juta dana CSR ini. Lantas siapa yang menikmatinya?. Kami menduga ini skandal atau penyimpangan,” tergas Ery.
Berdasarkan data akumulatif yang berhasil dihimpun AMANAT, ada setidaknya USD 14,9 juta atau Rp 213,7 milyar dana PPM yang belum direalisasikan AMNT sejak 2017 hingga kini. Belum lagi ditambah kewajiban tahun 2023 mendatang.
Begitu besar alokasi dana CSR baik yang telah terealisasi dan hutang yang belum direalisasikan AMNT, seharusnya mampu mendongkrak ekonomi dan pertumbuhan usaha serta peluang kerja baru. Faktanya, pengangguran lokal terus bertambah dan AMNT masih menjadi satu satunya single target peluang usaha dan kerja di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa Barat menyebut, 81,89 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Sumbawa Barat masih dipengaruhi pertambangan. Jumlah itu, tidak berubah signifikan sejak AMNT beroperasi 2016. Artinya, sektor lain belum bisa diungkit pemerintah untuk menekan dominasi pertambangan sejak dulu.
Dimintai tanggapan terkait belakangan ini AMNT semakin intensif turun kemasyarakat memberikan bantuan, dirinya ya justru bersyukur semestinya AMNT melakukan hal ini dari dulu tanpa ada gerakan AMANAT.
Perbedaan signifikan sangat terlihat dari realisasi PPM/CSR tahun ini 2022 sejumlah Rp. 102 Miliar yang tahun-tahun sebelumnya hanya kisaran 30 M. Karenanya dirinya mengajak masayarakat untuk berpikir cerdas, dan jangan terlena dengan aktifitas yang mencolok beberapa waktu ini, jangan-jangan nilainya tidak seberapa hanya untuk mengelabui sesuatu yang nilainya lebih besar.