SUMBAWA BARAT – Tarif penyeberangan lintas Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur – Pelabuhan Pototano, Sumbawa Barat resmi naik sebesar 12,51 persen. DPC Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Pelabuhan Kayangan sebelumnya mengusulkan kenaikan sebesar 20,61 persen.
Ketua DPC Gapasdap Pelabuhan Kayangan, Iskandar Putra mengatakan penyesuaian tarif penyeberangan lintas Kayangan – Pototano merupakan imbas dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. “SK ditandatangani pak gubernur, kami langsung memberikan sosialisasi kepada pemakai jasa,” kata Iskandar, Jum’at (30/9/2022).
Menurut Iskandar, untuk penyeberangan Kayangan – Poto Tano, penyesuaian tarif sebesar 12,51 persen ditetapkan setelah melalui proses pembahasan bersama Dinas Perhubungan NTB, stakeholders perhubungan seperti Organda dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Serta sudah melalui proses kajian ilmiah yang melibatkan akademisi Universitas Mataram.
“Penyesuaian tarif Kayangan – Poto Tano, tentu tidak serta merta. Semua sudah melalui proses dan ada kajiannya sehingga muncul angka 12,51 persen ini. Dengan begitu diharapkan tidak memberatkan masyarakat, dan di lain sisi juga tidak merugikan pengusaha kapal,” kata Iskandar Putra, Jumat 30 September 2022, di sela sosialisasi di Pelabuhan Kayangan Lombok Timur.
Menurutnya, pasca kenaikan harga BBM secara nasional mencapai 32 persen awal September lalu, membuat operasional kapal di seluruh lintasan penyeberangan meningkat. Seperti juga di lintasan Kayangan Poto Tano, sejumlah penyeberangan lain juga mengusulkan penyesuaian tarif.
Seperti diketahui, industri penyeberangan ini sangat rentan terhadap perubahan-perubahan pada aspek lingkungan eksternalnya. Misalnya, perubahan kurs Rupiah terhadap mata uang asing terutama US Dolar, inflasi, daya beli masyarakat, dan kebijakan pemerintah. Dampak dari seluruh perubahan faktor eksternal tersebut adalah terjadinya perubahan biaya operasional, seperti: kenaikan biaya suku cadang, biaya docking, biaya BBM, biaya tenaga kerja, dan lain-lain.
Pada saat ini pengelola (pemilik) kapal ferry yang melayani rute tersebut sedang mengalami persoalan kenaikan biaya operasional akibat adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kenaikan harga BBM ini tentu saja dipandang menimbulkan dampak yang sifatnya menyeluruh bagi operasional kapal. Pengusaha kapal tidak hanya akan berusaha menutupi selisih harga BBM baru dengan harga BBM yang baru, melainkan juga harus menutupi selisih harga baru dengan harga lama barang-barang yang dibutuhkan dalam operasional kapal.
“Berdasarkan kenyataan tersebut Gapasdap Kayangan – Poto Tano memandang sangat urgen untuk mengusulkan penyesuaian tarif penyeberangan kepada Pemerintah Provinsi NTB sebagai pemangku kebijakan dalam persoalan tarif ini,” ujar dia.
*Sudah Melalui Hasil Kajian*
Iskandar mengungkapkan, awalnya Gapasdap Kayangan Poto Tano mengusulkan penyesuaian tarif sebesar 22,63 persen. Namun setelah melalui proses pembahasan dan kajian, disepakati sebesar 12,51 persen.
Angka kenaikan tarif penyeberangan total 22,63 persen yang diusulkan Gapasdap oleh sebagian pihak dipandang masih tinggi dibandingkan kenaikan harga BBM dan dikhawatirkan akan menambah beban pengeluaran masyarakat. Pertimbangan atau masukan yang diajukan oleh beberapa pihak terkait dijadikan acuan dalam memberikan rekomendasi penyesuaian tarif penyeberangan dimaksud.
Pertimbangan-pertimbangan dimaksud diajukan oleh Organda NTB, Yayasan Perlindungan Konsumen NTB, Biro Ekonomi Setda NTB.
Sejumlah pertimbangan penyesuaian tarif antara lain :
a. Tidak terlalu membebani masyarakat, sehingga penumpang perorangan lebih cenderung untuk tidak dinaikkan tarifnya;
b. Kenaikan sebaiknya dikenakan kepada penumpang yang berasal dari korporasi
c. Analisis sebaiknya memperhatikan kondisi keuangan masyarakat, inflasi, dan kondisi ekonomi lainnya.
d. Perubahan tarif sebaiknya tidak merugikan pengusaha kapal, sehingga perlu mempertimbangkan juga perubahan harga suku cadang dan seluruh komponen biaya operasionalnya.
e. Memperhatikan perubahan tarif yang berlaku pada lintas pelayaran lain sebagai pembanding
f. Memperhatikan kendaraan yang mengubah dimensi dan kapasitas angkut kendaraannya.
g. Kenaikan rata-rata (total) sedapat mungkin tidak mencolok (signifikan)
h. Kenaikan tarif tidak menimbulkan gejolak di masyarakat
i. Diupayakan tidak mengakibatkan terjadinya peningkatan inflasi
j. Diimbangi dengan perbaikan pelayanan
Menanggapi usulan penyesuaian tarif dari Gapasdap Kayangan – Pototano tersebut.
“Usulan kami awalnya 22,63 persen, namun setelah melalui pembahasan, kajian akademisi dan pertimbangan maka disepakati 12,51 persen. Dan ini yang sedang kita sosialisasikan,” ujarnya.
Berdasarkan kajian akademisi Unram, penyesuaian tarif penyeberangan Kayangan – Poto Tano dipandang merupakan suatu keharusan dan sifatnya mendesak, sehingga harus diprioritaskan untuk secepatnya diputuskan.
Idealnya dalam penetapan tarif pelayanan atau harga secara umum sangat perlu memperhatikan kemampuan (ability) dan kemauan (willingness) membayar dari masyarakat dan pengguna layanan penyeberangan.
Namun, berdasarkan sempitnya waktu sementara untuk mengidentifikasi kemampuan dan kemampuan membayar tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama, maka langkah tersebut terpaksa diabaikan.
Pertimbangan-pertimbangan dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis penyesuaian tarif baru dipandang bisa digunakan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Angka penyesuaian tarif total sebesar 12,51% tersebut sudah mengakomodir usulan, masukan, pendapat, dan keinginan berbagai pihak serta memenuhi asumsi-asumsi yang digunakan.
Selain itu angka ini lebih moderat dalam arti berada di antara angka yang diminta oleh Gapasdap dan angka yang diusulkan oleh Dishub NTB.
Iskandar menambahkan, dari seluruh rangkaian analisis dan setelah mempertimbangkan masukan, keinginan, dan pendapat berbagai pihak terkait serta menggunakan asumsi-asumsi yang rasional, direkomendasikan bahwa kenaikan maksimal total (rata-rata) tarif penyeberangan Kayangan – Pototano sebesar 12,51%.
“Angka penyesuaian 12,51 persen ini dipandang merupakan rekomendasi yang win-win solution, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” tukasnya.
Saat ini jalur pelayaran Kayangan – Pototano dilayani oleh 27 kapal ferry milik dari 11 (sebelas) perusahaan pelayaran nasional baik BUMN maupun korporasi swasta yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (GAPASDAP) Kayangan – Pototano.
Penumpang yang memanfaatkan jalur pelayaran ini cukup ramai, sehingga pelayanan penyeberangan dibuka selama 24 jam dalam sehari dengan maksud memperlancar dan mempercepat mobilitas masyarakat dan barang yang memanfaatkan fasilitas sarana transportasi penyeberangan di rute tersebut.
Iskandar juga menekan pentingnya peningkatan atau penyesuaian juga kualitas pelayanan kepada pengguna moda transportasi penyeberangan ini. Standar sefety juga ditingkatkan lebih baik.
Sementara itu praktisi hukum NTB, Ery Satriawan, SH.MH, MPCLE mengingatkan kepada seluruh otoritas pelayaran baik penyedia jasa transportasi laut, pemerintah NTB, otoritas pelayaran lainnya untuk memastikan pelayanan terhadap konsumen memenuhi kaidah hukum dan standar peraturan yang benar.
Ia mendukung adanya kesesuaian tarif ini jika sudah melibatkan banyak pihak, baik itu asosiasi, praktisi, pemerintah NTB, lembaga konsumen aparat keamanan baik TNI dan Polri agar seluruh pelayanan yang disajikan benar benar sesuai kebutuhan publik.
“Kita harap ada tim pengawas yang memantau standar keselamatan, pelayanan operasional dan non operasional terhadap seluruh otorisasi penyelenggara pelayanan jasa transportasi penyeberangan kapal ini. Agar penyesuaian tarif tadi memiliki kesesuaian juga dengan kenyamana dan keselamatan penumpang atau konsumen,” terangnya.