JAKARTA – PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati didakwa merugikan negara Rp 313 miliar. Jaksa mengatakan korupsi itu dilakukan terkait pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011.
“Bahwa Terdakwa I PT Nindya Karya dan Terdakwa II PT Tuah Sejati telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 313.345.743.535,19,” ujar jaksa KPK M Asri Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Senin (7/2/2022).
Dalam sidang ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Haedar A Karim selaku Direktur Utama PT Nindya Karya Persero. Sedangkan PT Tuah Sejati diwakili Muhammad Taufik Reza sebagai Direktur Utama.
Perbuatan kedua korporasi ini, kata jaksa, dilakukan bersama-sama dengan Heru Sulaksono selaku Kuasa Nindya Sejati Joint Operation (JO) sebagai Penyedia Barang dalam Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Ramadhani Ismy (Alm) selaku PPK pada Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dalam kegiatan Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang TA. 2006-2011. Keduanya telah diputus bersalah oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, juga bersama T Syaiful Achmad yang menjabat Kepala BPKS merangkap selaku KPA tahun 2006-2010, serta Sabir Said pegawai PT Nindya Karya cabang Sumut dan Aceh yang ditunjuk sebagai Kepala Proyek (Project Manager) Pembangunan Dermaga Sabang. Kemudian, Zubir Rahim selaku Kepala BPKS merangkap KPA Tahun 2004, Nasruddin Daud sebagai Pj Kepala BPKS merangkap Pengguna Anggaran sejak Februari-Juli 2010, serta Ruslan Abdul Gani selaku Kepala BPKS merangkap KPA Tahun 2011, Ananta Sofwa Tenaga Lepas BPKS, Zulkarnaen Nyak Abbas selaku Pimpinan Proyek tahun 2004.
Bersama-sama pula dengan Zaldy Noor selaku Direktur PT BUDI PERKASA ALAM tahun 2007-2008, Pratomo Sentosanengtyas sebagai Komisaris Utama PT BUDI PERKASA ALAM (PT BPA) tahun 2007-2011, Pandu Lokiswar Salam Direktur Utama PT Swarna Baja Pacific, Askaris Chioe Direktur CV SAA Inti Karya Teknik dan Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam.
Jaksa mengatakan perbuatan mereka telah membuat negara rugi ratusan miliar. Adapun penerima keuntungannya adalah:
– Terdakwa I PT Nindya Karya memperkaya diri Rp 44.681.053.100
– Terdakwa II PT Tuah Sejati Rp 49.908.196.378
– Heru Sulaksono Rp 34.055.972.542
– T Syaiful Achmad Rp 7.490.000.000
– Ramadhani Ismy Rp 3.204.500.000
– Sabir Said Rp 12.721.769.404
– Bayu Ardhianto Rp 4.391.616.851
– Syaiful Ma’ali Rp 1.229.925.000
– Taufik Reza Rp Rp 1.350.000.000
– Zainuddin Hamid Rp 7.535.000.000
– Ruslan Abdul Gani Rp 100.000.000
– Zulkarnaen Nyak Abbas Rp 100.000.000
– Ananta Sofwan Rp 977.729.000
– PT Budi Perkasa Alam Rp 14.304.427.332,5
– PT Swarna Baja Pacific Rp1.757.437.767,45 dan pihak-pihak lain Rp129.543.116.165,24.
Jaksa menjelaskan pada 2004, BPKS mempunyai anggaran kegiatan pembangunan dermaga bongkar Sabang yang diperuntukkan sebagai kawasan industri perikanan terpadu internasional pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN TA 2004.
Kemudian pada 2006 sampai dengan tahun 2011, BPKS melanjutkan kegiatan pembangunan dermaga Sabang tersebut yang sempat terhenti pada tahun 2005 karena adanya bencana tsunami pada akhir tahun 2004. Proyek dermaga inilah yang disebut jaksa menguntungkan para terdakwa.
“Pembangunan Dermaga Sabang dimulai pada tahun 2004, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2011, yang dilaksanakan melalui Kerja Sama Operasional (KSO) atau Joint Operation (JO) antara PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan NAD dengan PT Tuah Sejati yang diberi nama Nindya Sejati,” kata jaksa.
Berikut proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dimana keduanya memperkaya diri dan orang lain:
1. Proyek pembangunan dermaga bongkar Tahun 2004
2. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2006
3. Proyek lanjutan pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2007
4. Proyek pembangunan dermaga bongkar tahun 2008
5. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2009
6. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2010
7. Proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2011.
“Bahwa sebagai akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Terdakwa I dan Terdakwa II pada Pelaksanaan Pembangunan Dermaga Bongkar Pada Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang maka seharusnya Terdakwa I dan Terdakwa II tidak layak ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan dan tidak berhak mendapatkan kekayaan atau keuntungan karena keuntungan tersebut berasal dari hasil kejahatan dan keuntungan yang sudah dibagikan dan diterima Terdakwa I dan Terdakwa II merupakan keuntungan yang tidak sah,” tutur jaksa.
Jaksa mengatakan dari pengerjaan proyek pada 2004-2011 ada selisih antara penerimaan riil dan biaya riil. Tak hanya itu, ada juga penggelembungan harga satuan dan volume pada proyek itu sehingga merugikan negara Rp 313 miliar.
“Telah merugikan keuangan negara sebesar Rp313.345.743.535,19 dengan rincian; pertama, selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2004 sampai dengan 2011 sebesar Rp 287.270.626.746,39. Kedua, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 15.912.202.723,80. Ketiga, penggelembungan harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10.162.914.065,” ungkap jaksa.
Atas dasar itu, para terdakwa didakwa Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atas dakwaan tersebut, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Sidang akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi.