JAKARTA – Baru-baru ini seorang Peneliti Senior (AEPI), Salamuddin Daeng menilai kinerja keuangan Pertamina memburuk.
Hal itu disebutkan Salamuddin Daeng dalam tulisannya yang berjudul ‘Pertamina Bisa Bubar Sebelum Jabatan Jokowi Berakhir’
Kendati demikian, menurut Salamuddin kontradiksi utama dalam laporan keuangan terlihat dari keuntungan yang menurun drastis, sementara utang meningkat secara fantastis.
“Apabila kedua keadaan ini terus berlanjut maka diperkirakan Pertamina bangkrut lebih cepat sebelum Jokowi turun dari tampuk kekuasaannya,” ujar Salamuddin.
Ia bahkan mengatakan Pertamina tersandera oleh berbagai proyek bikinan kekuasaan mulai dari proyek kilang yang gagal, hingga terakhir mega proyek solarisasi sawit dan gasifikasi batubara. Dilansir dari Galamedia. Senin, 31 Januari 2022.
Disebutkan, dua proyek terakhir sungguh akan menguras kantong Pertamina yang harus membeli minyak sawit sebagai bahan baku pencampur solar senilai kurang lebih Rp 100 Triliun dan harus membeli Batubara sebanyak 100 juta ton atau senilai Rp 150 triliun bagi gasifikasi batubara.
“Ini uang besar bagi pendapatan oligarki sawit dan Batubara,” ujarnya.
“Lalu uangnya dari mana? Tidak lain adalah dari utang. Pertamina adalah perusahaan yang paling aktif berutang dalam 4 tahun terakhir,” lanjutnya.
Ia mengatakan, Presiden Jokowi menunjuk Nicke Widyawati sebagai dirut Pertamina yang merupakan jebolan PLN. Utang di masa ini sangat fantastis dan takkan bisa terbayarkan sampai kapan pun.
Utang Pertamina menurut laporan keuangan pada Juni 2021 sebesar 41,06 miliar USD. Utang yang sangat besar Rp603 Triliun.
“Itu belum termasuk utang yang ditambah dalam 6 bulan terakhir,” ungkapnya.
Dikatakan, utang Pertamina berkembang sangat pesat. Pada Desember 2020 utang Pertamina sebesar 37,89 miliar USD, pada tahun 2019 sebesar 35,86 miliar USD tahun 2018 sebesar 35,10 miliar USD dan tahun 2017 sebesar miliar 30,42 USD.
Dalam kurun waktu kurang dari lima tahun utang Pertamina sejak Direktur Nicke Widyawati meningkat 10,42 miliar USD atau setara dengan Rp150 triliun. Sebagian besar berasal dari utang komersial dalam bentuk global bond.
“Apa hasilnya? Untung Pertamina meningkat atau bagaimana? Ternyata Pertamina mengalami penurunan keuntungan secara konsisten sejak 2017,” ujarnya lagi.
Ia juga memprediksi, jika melihat perkembangan berbagai sisi saat ini maka diperkirakan pada akhir tahun 2021 Pertamina akan mengalami rugi.
Laporan keuangan Pertamina kalau tidak telat akan keluar di bulan Maret atau April nanti. Biasanya Pertamina akan telat mempublikasikan laporan keuangan. Banyak pengamat memprediksi Pertamina akan merugi tahun 2021.
“Itu artinya pertamina bisa bubar lebih cepat. Secara defacto Pertamina masih ada, kantornya masih ada, namun secara de jure Pertamina sudah habis oleh berbagai aturan, proyek, dan program bikinan penguasa,” katanya.
Terakhir sub holding Pertamina untuk dijual ketengan. Sebelum jabatan Pertamina berakhir, lanjut dia, Pertamina sudah bubar dan berada di bawah pengawasan debt collector.