JAKARTA, SP – Proses rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat Provinsi, Kabupaten/kota Pilkada 2020 di 270 Daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 kota, telah usai dilakukan oleh KPU Provinsi/Kabupaten di masing-masing Daerah.
Direktur Law Firm Telusula Indonesia, Muhammad Erry Satriyawan, SH. CPCLE kepada media ini menjelaskan, bahwa Paslon yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara, dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan tugas dan wewenang MK, yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diubah dengan UU Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas UU, yaitu UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
“Berdasarkan laman resmi MK, www.mkri.id, sebanyak 135 permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang terdaftar, hingga ditutupnya pendaftaran 30 Desember 2020, pukul 00.00 WIB. Jumlah tersebut dengan rincian pemilihan Gubernur sebanyak 7 gugatan, tingkat pemilihan Bupati sebanyak 114 gugatan, dan pemilihan Wali Kota sebanyak 14 gugatan,” jelasnya.
Erry yang juga Ketua DPW PERKAHPI NTB juga mengatakan, bahwa pada pokoknya, semua pengajuan permohonan tetap diterima selama memenuhi ketentuan peraturan MK nomor 6 tahun 2020 tentang, Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pasal 8 ayat (1), dimana sekurang-kurangnya memuat permohonan, fotokopi Surat Keputusan termohon tentang penetapan sebagai Paslon, fotokopi KTP atau identitas pemohon, dan fotokopi kartu tanda advokat.
“Namun perlu diketahui, tidak otomatis seluruh permohonan diuji di persidangan MK. Saya juga berkeyakinan, dari 135 itu tidak teregistrasi semua, namun harus terpenuhinya persyaratan agar bisa diuji di persidangan. Maka dari itu, tentu tidak semua permohonan gugatan memenuhi kualifikasi selisih perolehan suara berdasarkan peraturan MK nomor 6 tahun 2020, tentang Tata Beracara Dalam Perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, atau terkait batas waktu permohonan maksimal 3 hari kerja, terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan terkait standar suatu kasus masuknya sengketa hasil,” ujar Erry.
Selain itu, Advokat muda tersebut juga memaparkan terkait dengan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan berdasarkan peraturan MK nomor 6 tahun 2020 pasal 6, terdiri atas tahapan, a. Pengajuan permohonan pemohon, b. Melengkapi dan memperbaiki permohonan pemohon, c. Pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan pemohon, d. Penerbitan hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan pemohon, e. Pencatatan permohonan pemohon dalam e-BRPK, f. Penyampaian salinan permohonan kepada termohon dan Bawaslu, g. Pengajuan permohonan sebagai pihak terkait, h. Pemberitahuan sidang kepada para pihak, i. Pemeriksaan pendahuluan, j. Pemeriksaan persidangan dan RPH, k. Pengucapan putusan/ketetapan, l. Pemeriksaan persidangan lanjutan dan RPH, m. Pengucapan putusan/ketetapan dan penyerahan atau penyampaian salinan putusan/ketetapan.
“Perkara perselisihan hasil suara diputuskan MK dalam tenggang waktu paling lama 45 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam e-BRPK. Berdasarkan peraturan MK nomor 8 tahun 2020 tentang peraturan MK nomor 7 tahun 2020 tentang tahapan, kegiatan, dan Jadwal penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, setelah pengajuan permohonan MK akan memberikan kesempatan kepada pemohon untuk melengkapi berkas. Perbaikan berkas pemohon PHPU tingkat pilwali dan pilbup dapat dilakukan sepanjang 13 Desember 2020 hingga 4 Januari 2021. Sementara itu, perbaikan berkas PHPU tingkat pilgub dilakukan sejak 16 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021 dan dalam jangka waktu yang sama, MK sekaligus memeriksa kelengkapan dan perbaikan permohonan pemohon serta menerbitkan hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan pemohon,” pungkasnya.
Kemudian Lanjut Erry, pada tanggal 6-15 Januari 2021, MK akan melakukan persiapan pencatatan dalam buku registrasi perkara Konstitusi Elektronik yang biasa disebut e-BRPK, atau buku elektronik yang memuat nomor perkara, nama pemohon dan kuasa hukum, serta termohon. Pada 18 Januari 2021, akta registrasi perkara Konstitusi (ARPK) diterbitkan untuk pihak pemohon dan termohon. MK memberikan salinan pemohon kepada termohon KPU dan Bawaslu tingkat daerah di waktu yang sama. Pada 18-20 Januari 2021, jadwal sidang pertama diserahkan kepada pemohon dan termohon. Persiapan pemeriksaan pendahuluan berlangsung pada 26-29 Januari 2021.
Proses ini meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi pemohon, pemeriksaan isi materi permohonan, serta pengesahan alat bukti pemohon. Sidang pemeriksaan berjalan di MK berlangsung 1-11 Februari 2021. Termasuk di dalamnya agenda penyerahan jawaban termohon, pemeriksaan keterangan pihak terkait, dan keterangan Bawaslu. MK melanjutkan persidangan dengan mendengar jawaban termohon, keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu, serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti. Bukti tersebut berasal dari termohon, pihak terkait, dan Bawaslu. Pengucapan putusan atau ketetapan sidang untuk melanjutkan perkara dilanjutkan berlangsung pada 15-16 Februari 2021. Jika dinyatakan lolos oleh hakim, sidang lanjutan berjalan dari 19 Februari hingga 18 Maret 2021. Pada tahapan ini, persidangan memiliki agenda mendengarkan keterangan saksi ahli serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan. Putusan akhir ketetapan perkara PHPU dibacakan pada 19-24 Maret 2021.
“Menurut saya, ada beberapa pertimbangan pengajuan permohonan itu diterima hingga ke tahap persidangan. Misalnya, gugatan selisih suara yang berpotensi disidangkan adalah perolehan suara yang terpaut kecil dan penulis menegaskan tidak semua kasus bisa diuji di MK seperti contoh Kasus yang berkaitan dengan pelanggaran sejatinya cukup diselesaikan di Bawaslu.
Pemohon gugatan perselisihan hasil pemilihan ke MK, harus melampirkan bukti relevan yang menunjukkan ada tidaknya pelanggaran dalam rekapitulasi suara. Pertama, pemohon harus bisa membuktikan kecurangan. Dan hakim MK yakin terhadap permohonan, adapun alat ukur lainnya ialah keterangan Bawaslu dalam persidangan di MK. Bawaslu juga merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas penanganan pelanggaran pilkada,” bebernya.
Untuk tahapan selanjutnya, adalah penyelesaian sengketa. Ini merupakan tahapan usai permohonan sengketa yang diajukan memenuhi syarat. MK kemudian menggelar persidangan untuk menyelesaikan sengketa. Persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan dilaksanakan dengan urutan, pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, pengucapan putusan. Persidangan perkara dilaksanakan dalam sidang panel atau sidang pleno terbuka untuk umum.
“Tahap selanjutnya ialah penetapan hasil persidangan. Putusan MK dapat berupa putusan atau ketetapan sebagaimana peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 pasal 55 nantinya Amar putusan Mahkamah menyatakan, a. Permohonan tidak dapat diterima, apabila pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat formil permohonan, b. Permohonan ditolak, apabila permohonan memenuhi syarat formil dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, c. Permohonan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, apabila permohonan memenuhi syarat formil dan pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian atau seluruhnya.
Pengucapan putusan atau ketetapan MK dilaksanakan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Proses sengketa PHPU dilanjutkan dengan penyerahan salinan putusan ketetapan kepada pemohon, termohon, pihak terkait, dan Bawaslu. Salinan putusan juga diserahkan kepada pemerintah dan DPRD penyelenggara di waktu yang sama,” tandas Muhammad Erry Satriyawan, SH. CPCLE. (red)