oleh

Kenaikan HET Pupuk Subsidi Perlu Dievaluasi

Sulitnya mendapat pupuk subsidi pada musim tanam kali ini, masih akan ditambah dengan naiknya harga pupuk subsidi. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No 49 Tahun 2020 tertanggal 30 Desember 2020, yang mengatur tentang  Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.

Anggota Komisi IV DPR RI Ema Umiyyatul Chusnah menyayangkan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 tertanggal 30 Desember 2020 yang menetapkan harga eceran tertinggi beberapa jenis pupuk bersubsidi sektor pertanian tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan Komisi IV DPR RI.

 

Dalam kesempatan Rapat bersama Eselon I Kementerian Pertanian, Ema mengungkapkan permasalahan jumlah alokasi pupuk bersubsidi yang masih mengalami penurunan, kurang maksimalnya penggunaan kartu tani Nasional, serta dibutuhkan validasi data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani Elektronik (E-RDKK) merupakan rangkaian bagian subsidi pupuk yang dirasa sangat memberatkan petani dalam 3 tahun ini.

Foto: Anggota Komisi IV DPR RI Ema Umiyyatul Chusnah.

“Perlu dilakukan evaluasi pupuk bersubsidi Tahun 2020 melalui komponen-komponen pendukung kegiatan program pupuk bersubsidi dan kartu tani kepada pemerintah. Khususnya terkait tata kelola dan pengawasan pelaksanaan pupuk subsidi. Adanya kenaikan HET, seharusnya dapat meningkatkan jumlah pupuk subsidi, namun yang terjadi saat ini HET naik akan tetapi jumlah pupuk subsidi tidak bertambah sehingga menimbulkan kelangkaan,” kata Ema dalam keterangan persnya, Rabu (13/1/2021) lalu.

 

Politikus Fraksi PPP itu menyatakan, Komisi IV DPR RI meminta pemerintah untuk melakukan kajian terhadap alternatif pola penyaluran pupuk bersubsidi dan pengawasannya, untuk mencari solusi terhadap mekanisme penyaluran yang setiap tahunnya selalu mengalami permasalahan.

 

“Dalam Permentan 49 Tahun 2020 pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani atau petambak yang telah bergabung dalam kelompok tani dan menyusun RDKK, tidak diperuntukkan bagi perusahaan, dengan ketentuan luas lahan yang dikuasai maksimal 2 hektar. Namun kondisi yang terjadi di lapangan justru sebaliknya, yang mendapatkan pupuk subsidi justru petani yang mempunyai puluhan hektar, sementara petani kecil, petani penggarap tidak mendapatkan dampak keuntungan adanya pupuk subsidi,” tandas politisi Fraksi PPP itu.

 

Begitu pula dengan kartu tani, siapa saja yang berhak memperoleh kartu tani dan merasakan manfaatnya, apakah sudah tepat sasaran, hal ini perlu kejelasan dan validasi data penerimanya, sambung Ema.

 

“Carut marut tata kelola penyaluran pupuk subsidi terjadi karena kurangnya pengawasan. Empat komponen lembaga pengawasan penyaluran pupuk subsidi yaitu Dinas Pertanian, Disperindag, Kejaksaan, dan Kepolisian. Jika selama ini pengawasannya lemah sehingga tidak tepat sasaran, maka kami mendorong penguatan anggaran untuk meningkatkan pengawasan penyaluran pupuk subsidi,” tuturnya.

 

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Permentan Nomor 49 tertanggal 30 Desember 2020 telah menetapkan harga baru HET beberapa jenis pupuk bersubsidi sektor pertanian. Adanya permentan ini, kenaikan HET pupuk subsidi rata-rata diatas 30 persen menimbulkan banyak penolakan di masyarakat khususnya petani.

 

Terlebih aturan kenaikan HET pupuk subsidi dikeluarkan ketika masa pandemi, dimana masih banyak petani mengalami kondisi ekonomi yang belum stabil. Adanya aturan kenaikan HET pupuk subsidi dinilai dapat mengganggu produksi pangan nasional dan bahkan mengancam ketahanan pangan nasional. (dep/es)